MANTAN pimpinan Bank Negara Indonesia (BNI) 46 cabang Kebayoran Baru, Alimin Hamdi, mengungkap ada 41 letter of credit (L/C) yang tidak terbayarkan dalam perkara pembobolan kas bank dengan terdakwa Maria Pauliene Lumowa. Hal itu disampaikannya saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saat menjabat pada 2003, Alimin menyebut ada tiga L/C yang telah dicairkan. Ini tidak terbayarkan saat ditagih dan menyebabkan unpaid L/C. Menurutnya, itulah titik awal pihaknya membuka kotak pandora perkara pembobolan tersebut.
"Timbul kecurigaan bahwa sisa L/C lain kemungkinan tidak akan terbayar. Ada 41 L/C yang dibuka, mungkin sekitar 38 yang belum tertagih," jelas Alimin, Jumat (5/2).
Alimin menyebut sebelum pembayaran 38 L/C jatuh tempo, pihaknya langsung melaporkannya ke kantor pusat BNI 46. Ia mengatakan kantor pusat lantas membentuk tim untuk menangani L/C tersebut.
Selain itu, pihaknya langsung melaporkan hal tersebut ke aparat kepolisian. Nilai total L/C yang belum terbayarkan, menurutnya, sekitar Rp2 triliun.
"Kalau enggak salah sekitar Rp2 triliun lebih total keseluruhannya dalam bentuk US$ nilai waktu dulu," ujarnya. Ia berpendapat bahwa L/C yang diajukan fiktif.
Selain itu, gagal bayarnya L/C disebabkan pengurusan dokumen yang tidak benar. Ini membuat pihak bank pembuka L/C menganggapnya sudah sesuai prosedur.
Adapun bank-bank yang mengeluarkan L/C dalam perkara ini antara lain Roos Bank Switzerland, Middle East Bank Kenya, Wall Street Banking Corp Ltd, dan Dubai Bank Kenya Ltd. Bank-bank tersebut diketahui bukan bank koresponden BNI 46.
Dalam kesempatan yang sama, Maria mempertanyakan sistem pencairan L/C yang dilakukan pihak BNI 46. Menurutnya, BNI 46 cabang Kebayoran Baru seharusnya tidak mencairkan L/C bila sudah menilai ada yang tidak jelas dari awal.
"Menurut saya ada yang salah. Penjelasan mengenai perlakukan sistem L/C, itu tidak masuk dalam logika, karena issuing sudah harus ditagih sebelum dibayarkan. Kedua, konfirmasi tidak akan dilakukan kalau dia bukan korespondensi banknya," kata Maria.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menyebut Maria belum membayarkan pencairan L/C dengan dokumen fiktif atas nama perusahaan-perusahaan yang dikendalikannya dengan jumlah US$82,8 juta dan EUR54 juta atau setara dengan Rp1,214 triliun.
Maria dinilai telah melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Maria juga didakwa dengan Pasal 3 ayat 1 huruf a UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang subsider Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (OL-14)