24 September 2020, 22:00 WIB

Hasil Studi Ungkap Paparan Pestisida Penyebab Stunting


Zubaedah Hanum | Humaniora

Antara
 Antara
Petani menyemprotkan cairan pestisida pada tanaman bawang merah. Dari hasil studi diketahui bahwa pestisida memicu terjadinya stunting.

PAKAR kesehatan lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) mengungkapkan dampak cemaran lingkungan sangat erat kaitannya dengan tumbuh kembang anak. Wanita usia subur dan bayi yang terpapar pestisida memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita stunting.

Hal itu didapat dari hasil studi dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, Dr dr Suhartono Apoina Kartini Budiono MKes, di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, selama 2017 lalu. Daerah penghasil bawang merah itu merupakan pengguna pestisida tertinggi di Indonesia, bahkan disebut tertinggi di Asia Tenggara.

"Penelitian menemukan bahwa paparan pestisida menjadi salah satu faktor terjadinya stunting pada anak-anak sekolah dasar di sana. Faktor risiko anak yang terpapar pestisida 3,9 kali lebih besar dibanding anak yang tak terpapar pestisida. Selain pestisida, pajanan bahan toksik di lingkungan seperti logam berat memicu terjadinya stunting," ungkap Suhartono dilansir dari laman undip, Kamis (24/9).

Menurut Suhartono, penelitian tersebut dilatar belakangi adanya data Riskesdas 2013 yang mencatat mencatat angka kejadian stunting di Brebes mencapai 40,7%, merupakan tertinggi di Jawa Tengah.

Pendorong lainnya adalah fokus penanganan terhadap gangguan tumbuh kembang anak yang lebih banyak dikaitkan dengan masalah infeksi terutama infeksi saluran cerna (diare) atau infeksi saluran pernafasan (Ispa), sehingga program pengendalian dari aspek lingkungan fokus kepada perbaikan sanitasi lingkungan seperti air bersih dan jamban. "Padahal paparan pestisida juga sangat besar andilnya dalam kejadian stunting suatu daerah," cetusnya.

Stunting terjadi ketika anak gagal bertumbuh bagi fisik maupun otak pada 1.000 hari pertama kehidupan anak (HPK). Stunting berkaitan erat dengan kecerdasan anak. Negara-negara yang mampu membebaskan masyarakatnya dari problem stunting berpeluang untuk mencetak generasi cerdas.

Dari risetnya, Suhartono menegaskan, stunting di suatu wilayah harus dilihat dengan kacamata yang lebih komprehensif, dengan melihat multifaktor yang ada mulai asupan gizi yang kurang, infeksi, serta pajanan bahan toksik dari lingkungan seperti logam berat, pestisida dan pencemaran lainnya.

Pestisida diyakini menjadi salah satu faktor penyebab stunting karena dapat mengganggu fungsi hormon yang berperan dalam pertumbuhan, seperti IGF-1 atau Insuline Growt Factor-1(Boada et al 2007) dan tiroid (diamanti-Kandarakis et al 2009) ke dua hormon tersebut sangat penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan seseorang.

Sebagai referensi, hasil penelitian yang dilakukan Undip pada 2010 juga memberi simpulan bahwa wanita usia subur dengan riwayat pajanan pestisida karena keterlibatannya dalam bidang pertanian mempunyai risiko 3,3 kali untuk menderita hipotiroidisme (Suhartono, dkk, 2010).

Hipotiroidisme adalah gangguan dari hormon tiroid, jadi kadar hormon tiroidnya kurang sehingga proses pertumbuhan perkembangannya, kalau kemudian dia itu nanti hamil maka janin yang dalam kandungan itu tumbuh kembangnya akan terganggu.

“Salah satu tanda terjadinya gangguan hipotiroidisme ini adalah membesarnya kelenjar tiroid atau gondok. Ini berpengaruh pada prestasi belajar anak,” papar Suhartono.

Pintu masuk
Suhartono mengingatkan bahwa pestisida bisa masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pernafasan saat kita menghirup, maupun mulut atau saluran cerna. Masuknya pestisida akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi hormon pertumbuhan dan menyebabkan stres oksidatif sehingga asupan protein yang masuk ini sudah habis untuk mengatasi masalah stres ini.

Dampak lain dari masuknya pestisida ke dalam tubuh terjadinya gangguan absorbsi bahan makanan di saluran cerna sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan anak-anak yang terpapar pestisida mengalami gangguan pertumbuhan atau stunting. (H-2)

BERITA TERKAIT