14 November 2019, 10:40 WIB

Negara Menguat Pascapilpres


Dhika kusuma winata | Politik dan Hukum

MI/ADAM DWI
 MI/ADAM DWI
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Denny Januar Ali.

KONTESTASI yang terjadi dalam Pilpres 2019 menyisakan dua hal penting. Di satu sisi terjadi penurunan tingkat kepercayaan publik terhadap sejumlah lembaga negara, tetapi di sisi yang lain terjadi penguatan negara.

Fenomena penguatan itu boleh disebut unik karena dua capres yang berhadapan dalam pilpres, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya sama-sama menjadi penguasa. Yang satu presiden, yang satu menjadi menteri.

"Mengapa ini unik? Biasanya setelah pilpres, dua capres tetap berhadapan. Yang satu penguasa, yang satu beroposisi. Namun, yang terjadi pasca-Pilpres 2019, capres yang bersaing sama sama menjadi penguasa, tak pernah terjadi dalam seluruh pemilu langsung Indonesia. Bahkan tak pernah terjadi juga dalam ratusan tahun pilpres Amerika Serikat," kata Denny JA dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, kemarin.

Berdasarkan survei, kata dia, bersatunya dua capres yang bersaing itu positif dan menjadi sebuah terobosan politik yang tak terduga karena out of the box yang justru efeknya memperkuat negara. "Itu sebuah platform baru yang menyatukan kerja sama dan persaingan sekaligus," ucap Denny.

Selain itu, imbuhnya, bersatunya dua capres yang besaing memberikan hikmah politik yang luar biasa bagi persatuan dan kesatuan karena dalam pilpres publik terbelah.  "Terjadi pembelahan politik yang dahsyat. Isu agama dimainkan. Banyak persahabatan dan komunitas terbelah. Namun, ketika dua capres bersatu, publik mendapat hikmah tentang berpolitik yang rileks dan lebih santai. Setelah bersaing, kita bisa bekerja sama," ujar pendiri LSI Denny JA itu.

 

Empat kali survei

LSI Denny JA merilis hasil survei perihal menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara sebagai efek kontestasi Pilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017. "Kami telah lakukan empat kali survei, yakni pra dan pasca-Pilkada DKI 2017, serta pra dan pasca-Pilpres 2019," kata peneliti senior LSI-Denny JA, Adjie Alfaraby.

Pilkada DKI 2017, kata dia, penting untuk dimasukkan dalam riset karena sebagai salah satu pilkada yang menyedot perhatian publik dan cukup membelah pemilih dalam dua kutub yang terbawa sampai Pilpres 2019.  Dari hasil survei itu, jelasnya, tingkat kepercayaan terhadap lembaga-lembaga negara turun, seperti DPD dari 68,7% pada Juli 2018 menjadi 64,2% pada September 2019 atau pascapilpres.

Selanjutnya, trust publik terhadap DPR dari 65% pada Juli 2018 menurun menjadi 63,5% pada September 2019. Demikian pula, KPK dari 89% menjadi 85,7%. "Pada Juli 2018, mereka yang percaya MK bekerja untuk kepentingan rakyat 76,4%. Namun, pascapilpres menurun menjadi 70,2%," katanya.

Begitu pula dengan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri dari 87,7% menjadi 72,1%, TNI dari 90,4% menjadi 89%, hingga KPU dari 82,3% menjadi 78,1%. Hasil survei yang sama juga terjadi pada pra dan pasca-Pilkada DKI 2017. Meski demikian, Adjie menyebutkan survei itu baru sebatas potret atas efek suatu peristiwa, belum dikatakan sebagai tren. (Ant/P-3)

BERITA TERKAIT