Sore itu suhu udara minus 4 derajat celsius menyelimuti kawasan Champs Elysees, Paris, Kamis (1/3). Angin berembus kencang. Orangorang lalu-lalang di sepanjang jalan. Di ujung jalan, seorang bocah asyik menikmati minuman dalam kemasan. Sekujur tubuhnya terbungkus kain tebal. Hanya wajah yang terlihat. Kedua orangtua yang menemani memandang ke arah saya. Raut muka mereka mengisyaratkan ketidaksenangan ketika menyadari arah smartphone Samsung Galaxy S9 yang ada dalam genggaman saya. Mereka duduk di trotoar, bersandar pada pagar gedung tua.
Sang ibu menadahkan gelas bekas, mengharap belas kasih. Namun, hampir 30 menit saya perhatikan dari kejauh an, tak ada orang yang memedulikan. Saujana pilu itu tercuplik dalam jarak cuma berpuluh langkah dari Arc de Triomphe, monumen penanda Kota Paris. Kota yang menjadi episentrum bagi turis dari berbagai belahan dunia. Kota nan modis, beraroma romantis, tetapi banyak copet, tunawisma, dan pengemis. Para peminta iba itu juga terlihat di beberapa emperan pertokoan mewah yang berderet di Champs Elysees. Mereka juga ada di beberapa sudut kota.
Di kawasan Museum Louvre salah satunya. Mereka seolah menyambut kedatangan para turis yang ingin menikmati senyum misteri Mona Lisa karya maestro Leonardo da Vinci atau sekadar berfoto ria dengan latar belakang pintu masuk museum yang berbentuk piramida kaca. Masalah tunawisma, termasuk pengemis, merupakan wajah bopeng Prancis. Fakta muram itu, Januari lalu telah diakui oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, 39, yang menyatakan gagal mewujudkan Paris sebagai kota bebas tunawisma seperti yang pernah ia janjikan sebelumnya. Dalam sensus pertengahan Februari lalu, tercatat lebih dari 3.000 tunawisma hidup di Paris.
Namun, Wakil Wali Kota Paris Bruno Julliard mengatakan jumlah tersebut masih jauh lebih sedikit dari yang sebenarnya. Ihwal pengemis sejatinya bukan hanya monopoli Paris. Hampir semua kota besar di Eropa ternoda oleh masalah serupa. Pun pula di Barcelona. Keindahan kota yang dilanda euforia ingin merdeka dari Spanyol itu ternoda oleh kaum tunawisma yang populasinya berbeda tipis dengan Paris. Keberadaan mereka dan copet kerap memicu masalah. Terutama di objek wisata pejalan kaki La Rambla hingga seputar alun-alun Plaza de Catalunya, jantungnya Kota Barcelona. Paris dan Barcelona ialah kota yang indah memesona, tetapi Paris dan Barcelona banyak pengemis dan tunawisma. (M-1)