04 February 2018, 10:20 WIB

Bahasa, Pengungkit Kehidupan Parakan


Sumaryanto Bronto | Foto

Praktik langsung berbincang dengan turis asing di Candi Borobudur---Foto-foto: MI/Sumaryanto
 Praktik langsung berbincang dengan turis asing di Candi Borobudur---Foto-foto: MI/Sumaryanto

“Hi, how are you ­today?” tanya Fitria, 9 pada kawannya.

Mereka pun me­ngobrol ­dengan bahasa ­Inggris. Itu terjadi di Dusun Parakan, Desa ­Ngargogondo, Magelang, Jawa ­Tengah, yang mayoritas masyarakatnya hidup dari berladang. Kalimat-kalimat casciscus itu pun tanpa ragu dilontarkan mereka kepada para pendatang.

Intensnya penggunaan bahasa Inggris di dusun yang berjarak 3 kilometer arah tenggara Candi Borobudur itu membuatnya dijuluki ‘Desa Bahasa Borobudur’. Bahkan, metode pembelajaran bahasa Inggris di sana kini menjadi acuan berbagai lembaga pendidikan bahasa Tanah Air. Bahkan, tiga profesor Jepang sengaja datang untuk menjajaki kerja sama penerapan konsep desa bahasa untuk negara mereka.

Pelopor desa bahasa itu ialah putra asli Borobudur kelahiran 1974, Hani Sutrisno. “Desa bahasa lahir dari keprihatinan para pemuda, sekitar pertengahan 1998. Kami prihatin akan kondisi dusun. Kita memiliki Borobudur, turis asing berdatangan setiap saat. Namun, kita sama sekali tidak bisa berinteraksi dengan ­mereka karena terkendala.”

Hani memang memiliki keterampilan bahasa Inggris yang mumpuni. Ia mendirikan pusat pendidikan bahasa Inggris Spec (Simpel dan Cepat) pada 2008. Selain itu, ia pun penulis yang produktif. Bukunya, Vocabulary for Daily Conversation (2012), pernah menjadi buku best seller di kategori bahasa.

Menggunakan angkot, tiba di desa bahasa Borobudur.

Antusias siswa didik.

Kisahnya bermula ketika sang ayah saat wafat ketika ia duduk di kelas 2 SD sehingga Hani sekeluarga harus berjuang menyambung hidup. Ingin meringankan beban keluarga, Hani memilih berjualan kartu pos di Borobudur sejak SMP.

Saat seorang pelancong asing menanyakan apakah dirinya juga memandu wisata, Hani tidak ragu memanfaatkan peluang dengan ­berbekal brosur dari dinas pariwisata.

Mempraktikkan metode cas-cis-cus.

Modul buku bahasa Inggris yang ditulis Hani.

Tertawa lepas saat berbincang dengan turis asing.

Dengan bermodal kursus bahasa Inggris selama enam bulan di Basic English Course (BEC) di Pare, Kediri, ia bertekad membagi ilmu pada warga desanya. Suasana pelatihan dibuat informal dengan ruang kelas berbentuk lesehan. Sesekali anak-anak juga dibawa ke Candi Borobudur untuk bertemu dengan turis asing dan mempraktikkan kemampuan berbahasa Inggris. Uang yang diperolehnya dari Spec dikontribusikan untuk kursus gratis hingga beasiswa perguruan tinggi.

Ia pun mengembangkan homestay di 30 rumah dan membantu renovasi kamar mandi, memberi kasur, serta membangun lokasi praktik perhotelan bagi anak dusun. Ia membuktikan gerbang dunia terbuka lewat keterampilan berbahasa. (M-1)

BERITA TERKAIT