PRESIDEN Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan dampak perubahan iklim semakin nyata. Kekeringan dan fenomena El Nino, atau berkurangnya hujan di 7 provinsi, ujarnya, telah memengaruhi pasokan pangan. Di sisi lain, ekspor bahan pangan dari negara lain terhenti. Oleh karena itu, presiden berpesan agar kedaulatan pangan menjadi program presiden selanjutnya.
Hal itu ia sampaikan saat menyampaikan pidato dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-4 PDIP di Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9).
"Yang sekarang terjadi menyebabkan pangan semakin naik harganya. Sembilan belas negara sekarang ini sudah tidak mengekspor pangan, bahkan tadi pagi saya baca lagi bukan 19 lagi tapi 22 negara sekarang ini sudah tidak mau mengekspor bahan pangannya termasuk didalamnya adalah beras," terang Jokowi.
Baca juga: Kaesang ke PSI Sinyal Keretakan Jokowi dan PDIP
Turut hadir dalam Rakernas itu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, dan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang.
Jokowi menyebut, negara pengekspor bahan pangan yakni gandum dan beras antara lain Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan, dan Myanmar berhenti mengekspor bahan pangan.
Baca juga: Megawati Yakinkan Kadernya Mampu Menangkan Ganjar
"Betapa nanti kalau ini diterus-teruskan semua harga bahan pokok pangan semuanya akan naik," terang Jokowi.
Jokowi sepakat soal kedaulatan pangan yang disampaikan Megawati dan Ganjar Pranowo dalam pidato di Rakernas itu. Ia mendorong kedaulatan pangan menjadi bagian dari program yang akan dilakukan bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo apabila ia terpilih menjadi presiden.
"Apa yang disampaikan Calon Presiden Pak Ganjar Pranowo. Tadi saya bisik- bisik ke beliau, pak nanti habis dilantik besoknya langsung masuk kedaulatan pangan, nggak usah lama lama, perencanaannya disiapkan sekarang, begitu dilantik, besok langsung masuk ke kerja kedaulatan pangan sehingga swasembada pangan, ketahanan pangan kedaulatan pangan itu betul-betul kita miliki," terangnya.
Selain perubahan iklim, Jokowi menyebut kondisi geopolitik dunia juga berpengaruh pada pasokan pangan. Perang antara Ukraina dan Rusia, dua negara penghasil gandum terbesar di dunia, membuat ekspor gandum ke negara lain terganggu. Indonesia, sambung presiden, mengimpor sekitar 11 juta ton gandum dan hampir 30% dari jumlah itu berasal dari Ukraina serta Rusia.
"Saat saya bertemu dengan Presiden Zelensky (Presiden Ukraina) beliau menyampaikan kepada saya ada stok 77 juta ton, berhenti di Ukraina karena perang. Begitu saya masuk ke Rusia, saya bertemu dengan Presiden Putin (Vladimir Putin), beliau juga cerita di Rusia ada 130 juta ton gandum yang berhenti tidak bisa diekspor karena keamanan laut," tuturnya.
Total ekspor gandum yang seharusnya bisa dilakukan oleh kedua negara itu, sambung presiden, sebanyak 207 juta ton. Namun, lantaran ekspor dihentikan, negara-negara di Afrika, Asia dan Eropa kekurangan pangan.
"Harga yang naik secara drastis dan bahkan kemarin saya membaca, di sebuah berita, di satu negara mau di Eropa, anak- anak sekolah banyak yang sudah tidak sarapan pagi, yang biasanya sarapan pagi, sekarang ini sudah tidak sarapan pagi karena kekurangan bahan pangan, karena mahalnya bahan pangan," tuturnya.
Kondisi tersebut, ujar Jokowi, bisa menjadi pertimbangan dalam menjalankan visi dan misi pemerintahan selanjutnya. Ia berharap ada visi dan misi taktis serta rencana kerja yang nyata.
"Sepuluh, lima tahun ke depan memang visi taktis itu harus kita miliki, bukan visi misi yang terlalu bagus di awang-awang. Tapi visi taktis, rencana kerja detail harus kita miliki dan saya yakin Pak Ganjar mampu menyelesaikan ini," ucap Jokowi. (Ind/Z-7)