PENGAMAT politik dari Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdussalam menilai ideal atas wacana duet Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Menurutnya duet tersebut berpeluang besar untuk menang satu putaran. Namun, upaya untuk menyatukan keduanya untuk berpasangan akan sangat sulit direalisasikan
"Duet itu bisa dikatakan ideal jika dilihat dari segi kekuatan partai dan juga elektabilitas paslon. Potensi untuk bisa menang satu putaran juga besar," ungkapnya saat dihubungi, Senin (25/9).
Sebelumnya, LSI Denny JA mengungkap hasil simulasi jika Pilpres 2024 diikuti dua pasangan, yakni Prabowo- Ganjar dan Anies-Muhaimin. Prabowo dan Ganjar diprediksi mampu menang dalam satu putaran dengan selisih di atas 40 persen.
Baca juga: Wacana Pilpres 2024 Hanya Diikuti 2 Calon, Peneliti Senior: Potensi Munculkan Polarisasi
Kendati demikian, Surokim mengungkapkan proses penyatuan keduanya tidak mudah, rumit, dan kompleks. Prabowo dan Ganjar telah memiliki kendaraan politik masing-masing. Prabowo Subianto diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan Ganjar Pranowo diusung oleh PDIP dan beberapa partai. Sehingga kemungkinan itu bisa saja terjadi, tetapi butuh kekuatan, energi untuk menyatukan.
"Saya pikir ideal, tetapi jalan menuju ke sana tidak akan mudah," tegasnya.
Baca juga: PAN: Tawaran Prabowo Jadi Cawapres tidak Masuk Akal
Surokim juga mengungkapkan kendati Prabowo dan Ganjar berada dalam satu barisan yang mempunyai peluang menang besar, tidak lantas membuat pasangan lain mundur atau bubar. Pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin dinilai akan terus berada dalam kontestasi.
"Saya pikir tidak (bubar) ya, kan siapa saja kalau sudah siap ikut kontestasi pasti akan tahu dan sudah berhitung peluang dan resiko. Saya kira akan tetap jalan dan tidak akan bubar apalagi waktunya juga sudah mepet," pungkasnya.
Anies-Muhaimin
Sementara itu, elektabilitas pasangan capres Anies Baswedan-cawapres Muhaimin Iskandar berdasarkan sejumlah lembaga survei makin tidak kompetitif. Direktur Eksekutif IPRC, Firman Manan mengatakan, masih ada peluang Amin (Anies-Imin) untuk mendulang massa dengan cara memperkuat narasi Perubahan mereka.
“Narasi perubahan yang diusung oleh Amin sebenarnya memperlihatkan positioning sekaligus diferensiasi dengan Prabowo maupun Ganjar, sehingga apabila dioptimalkan dapat membuat Amin lebih kompetitif. Hal ini sangat tergantung pada kemampuan untuk mengelola pesan kampanye dan sumber daya pemenangan yang dimiliki,” ujar Firman.
Pasangan Amin menjadi ‘oposisi’ pada pilpres mendatang. Namun narasi yang digunakan masih menggunakan bahasa yang kurang dimengerti oleh masyarakat.
“Sejauh ini narasi perubahan yang diusung belum di breakdown menjadi bahasa-bahasa programatik yang lebih mudah dipahami oleh pemilih, dan memperlihatkan perbedaan dengan tawaran dari kandidat lain,“ jelas Firman.
Pria yang juga dosen Ilmu Politik di Universitas Padjadjaran ini mengatakan, mayoritas pemilih tidak memiliki tingkat literasi yang tinggi, sehingga diperlukan pesan-pesan kampanye yang lebih konkret, sederhana sehingga mudah dipahami pemilih kebanyakan. (RO/Z-7)