22 September 2023, 07:35 WIB

PKS Gaspol Dukung Anies-Muhaimin


Ahmad Punto | Politik dan Hukum

MI/Ramdani
 MI/Ramdani
Presiden Partai Keadilan Sejahteran (PKS) Ahmad Syaikhu

PARTAI Keadilan Sejahtera (PKS) memastikan turut mendukung Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar untuk mendampingi Anies Baswedan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Kepastian pada Jumat (15/9) tersebut terjadi setelah musyawarah Majelis Syuro PKS. 

Untuk mengetahui kisah di balik keputusan mendukung pasangan Anies-Muhaimin atau disingkat Amin dan strategi pemenangan ke depan, wartawan Media Indonesia Ahmad Punto mewawancarai Presiden PKS Ahmad Syaikhu bertempat di Jakarta, kemarin. 

Apakah benar kesan kalau PKS agak alot dalam mengambil keputusan mendukung Muhaimin Iskandar mendampingi Anies Baswedan?

Memang ini suatu hal yang mendadak. Info perubahan koalisi ini, kalau orang mengatakan seperti gempa bumi. Bahkan ada yang mengatakan tsunami. Karena ada kejutan-kejutan. Namanya juga dunia politik, kadang-kadang ibarat bajaj belok mendadak. 

Baca juga: Anies Berterima Kasih ke PKS

Nah, bagi kami tentu menghadapinya perlu juga dengan kesiapan dan kesiagaan. Oleh karena itu dalam kaitan ini, tentu kami punya mekanisme. Mekanisme yang kami pegang tentu pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Di sana sangat jelas bahwa penentu capres-cawapres itu memang harus ditetapkan oleh musyawarah majelis syuro.

Tetapi kami masih ada dengan Pak Anies saat terjadi dinamika karena musyawarah majelis syuro sudah menetapkan PKS memberikan mandat dan amanah kepada Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Nah kami pegang itu. Sehingga, di tengah dinamika kami tetap ada di koalisi ini.

Baca juga: Pintu Koalisi Perubahan Masih Terbuka untuk Demokrat

Bagaimana dengan sikap Partai Demokrat yang memilih keluar dari Koalisi Perubahan?

Tentu kita perlu memberikan ruang bahwa politik partai itu merdeka memutuskan ya, kita tidak saling tersandera. Kami juga menghormati apapun keputusan parpol masing-masing. Ya mungkin bagian dari keputusan, Partai Demokrat kemudian keluar dari koalisi.
Bagi PKS, kami berpegang pada satu hal bahwa hasil musyawarah majelis syuro ke-8 memutuskan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden yang diusung. Itulah yang kami pegang. 

Setelah saya juga terus berkomunikasi dengan tiga partai dan pasangan capres dan cawapres, saya sampaikan secara terbuka di musyawarah majelis syuro. Nah, itu mekanisme sesuai dengan AD/ART kami. Sehingga, alhamdulillah Jumat (15/9) sudah dipastikan PKS mendukung Abdul Muhaimin Iskandar sebagai pasangan Anies Baswedan. Dan setelah itu kita makin gaspol. Insyaallah.

Apakah ada rayuan kepada PKS untuk ikut meninggalkan Koalisi Perubahan?

Dari berbagai pihak kan ada berbagai pertimbangan. Tentu, bagi kami itu sebagai masukan saja karena kami juga punya mekanisme musyawarah. Di PKS, alhamdulillah juga sangat terbantu karena keputusan itu tidak (diambil) emosional dan tadi kita semua mekanisme dijalani dengan musyawarah.

Cuma saya memang menyampaikan beberapa perkembangan, karena saya menjadi penanggung jawab untuk komunikasi dengan koalisi dan sebagainya sehingga semua tersampaikan berbagai data informasi termasuk tadi masukan dari berbagai pihak hingga akhirnya diputuskan bahwa kami tetap di koalisi ini.

Bagaimana dengan pandangan kalau hubungan PKS dan PKB bak air dan minyak yang tidak bisa bersatu?

Itu anggapan orang saja. Kalau di tingkat pemilihan kepala daerah (pilkada), kami sudah melakukan sinergitas. Ada kepala-kepala daerah yang diusung oleh PKB dan kita juga ikut mengusung. Jadi itu hal yang biasalah di dunia politik.

Dan kami mengusung keberhasilan dan sukses bersama-sama dengan PKB. Soalnya, ada juga orang mengibaratkan justru (PKS-PKB) bagai kopi dan gula. Ketika ditambahkan air jadi nikmat.

Bagaimana pola kerja sama antara PKS dan PKB di pilkada?

Bagi PKS, ketika sudah mengusung satu pasangan calon, kami tidak akan membiarkan mesin ini mati dan tidak bergerak. Karena komitmen kami bagaimanapun salah satu patokan dasarnya adalah bagaimana probability to win (kemungkinan menang) besar. Dan itu harus dengan menggerakkan mesin partai, bukan sekadar mengusung saja dan membiarkan mesin kami enggak bergerak. Kami optimal ingin agar kepala daerah yang kita usung itu betul-betul bisa jadi.

Bagaimana dengan konteks pilpres?

Ya apalagi. kalau dalam konteks kepemimpinan nasional kita justru akan all out untuk memenangkan pasangan ini. Oleh karena itu, saya berkeliling ke berbagai DPW atau DPD dan bertemu dengan masyarakat untuk meyakinkan. Insyaallah mesin partai siap bekerja untuk kemenangan pasangan Amin. Nah itu yang kami all out dan akan bekerja secara totalitas.

PKS melihat probability win dari pasangan Amin ini besar atau seperti apa?

Saya melihat sangat besar, apalagi kami sudah memulai duluan di saat pasangan lain belum terbentuk. Ini kan jadinya kami bisa bergerak duluan. Kami melihat bahwa terus akan ada peningkatan dan penerimaan di tengah masyarakat atas pasangan Amin ini.

Saya berkunjung juga kebeberapa tokoh-tokoh masyarakat serta pesantren dan alhamdulillah responnya banyak positif terhadap pasangan ini.

Akar rumput PKS tidak masalah dengan Anies-Muhaimin?

Enggak masalah. Bahkan sekarang di akar rumput sudah mulai ada kerja sama dalam bentuk misalnya istigasah, silaturahim, bahkan tablik akbar kebangsaan. Jadi insyaallah itu satu hal yang sudah siap bergerak.

Akan tetapi, berdasarkan beragam survei elektabilitas pasangan Amin belum bergerak signifikan?

Bagi kami biasa. Kami di pengalaman mengusung Anies Baswedan pada pemilihan gubernur di DKI. Anies juga dalam posisi yang paling buncit. Tentu ini yang menjadi ruang kerja kami bagaimana mengikhtiarkan pemasaran dan mengenalkan pasangan ini. Sehingga pada survei-survei berikutnya itu semakin meningkat dan semakin meningkat. Itu juga tantangan kami di partai-partai. 

Dan kader-kader insyaallah sudah kami sosialisasikan. Setelah pasangan ini disetujui oleh musyawarah majelis syuro, saya langsung buat intruksi agar kader bekerja secara optimal untuk memenangkan pasangan ini. Jadi mudah-mudahan ada peningkatan elektabilitas. Masih ada beberapa bulan, saya kira masih cukup waktu untuk meningkatkan.

Anies Baswedan sempat mengungkapkan sejumlah tekanan telah berlangsung terhadap Koalisi Perubahan. Bagaimana Anda melihat kondisi di lapangan?

Dalam aktivitas, ada saja yang terjadi seperti itu. Contoh ketika kami akan mengadakan kegiatan. Di mana kita jelas-jelas sudah mendapatkan izin, namun H minus 1, izinnya dibatalkan. Memang membuat kebingungan, karena mau bagaimana ini dan mau dipindahin ke mana dalam waktu yang sangat singkat. Sementara enggak ada alasan dan alternatif yang diberikan.

Hal-hal seperti itu memang terjadi. Tentu kami juga mencoba membiasakanlah di tengah suasana seperti ini agar bisa mencari alternatif dengan cepat. Jadi memang hal-hal seperti itu kadang dijumpai di lapangan.

Elite PKB sempat mengungkapkan kemungkinan pilpres diikuti dua koalisi. Bagaimana tanggapan PKS?

Sejak awal, sebetulnya memang PKS mendorong pilpres lebih dari dua poros. Karena kalau dua poros saja, kami khawatir terjadi polarisasi yang kuat seperti dua pemilu sebelumnya sehingga terjadi keterpecahan di tengah masyarakat. Tentu kita ingin dalam Pemilu 2024 ini bisa lebih banyak lagi, bukan hanya dua poros. Minimal lebih dari dua.

Itu juga yang menyebabkan mengapa kami di PKS, saat-saat awal melakukan judicial review terhadap ketentuan presidential threshold 20%. Karena, angka 20% itu tidak berdasarkan kajian akademik yang mendalam. Kita ingin kajian itu dilakukan secara rasional angka 20% itu didapat dari mana.

Kami sudah melakukan kajian. Dan dari kajian didapatkan kisarannya enggak sebesar itu. Kisarannya hanya 7-9%. Itu yang membuat kami percaya diri mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Tapi enggak dikabulkan MK. Makanya kembali pada klausul 20%

Apakah akan kembali mengajukan uji materi terhadap aturan presidential threshold?

Enggak. Inikan sudah ditolak. Kita jalani saja yang ada ini.

Kembali kepada pertanyaan awal, judicial review kami lakukan agar dalam pilpres enggak hanya dua pasang saja. Ada tiga pasang atau empat pasang sehingga tidak terjadi polarisasi yang memecah di antara anak bangsa.

Saya mengapresiasi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang menyatakan ke depan harus sudah hilang itu yang namanya cebong-kampret. Enggak boleh terjadi lagi karena perpecahan justru yang akan memperlambat kita untuk bisa berkembang menjadi negara maju.

Lalu, bagaimana Anda melihat kemungkinan kalau Pilpres 2024 diikuti oleh tiga koalisi?

Insyaallah kami optimistislah. Bahwa Koalisi Perubahan dengan tiga partai (NasDem, PKB dan PKS), kami sudah bisa maju berlayar. Artinya kami sudah memenuhi presidential threshold.
Kedua, dengan ini kami tinggal menggerakkan mesin partai dan kader. Karena, bagi kami modal utama kami adalah soliditas struktur dan militansi kader. Dan itu akan kami gerakkan untuk menuju pada pemenangan.
Jadi kami optimistis kalau ini bisa. Masih ada waktu untuk kemudian melakukan kerja-kerja untuk kemenangan, mudah-mudahan nanti hasilnya pasangan Amin bisa menang.

Bagaimana cara menggerakkan mesin partai dengan kondisi pilpres yang digelar serentak dengan pemilu legislatif?

Karena dilakukan bersamaan pada 14 Februari, tentu kami juga akan paralel ya. Karena itu, ketika kami menyosialisasikan partai, di saat itu juga kami menyosialisasikan pasangan capres-cawapres. Enggak ada masalah.

Tapi, ada dipersiapkan secara khusus yakni saksi. Itu saksi partai akan kita siapkan untuk pemilu legislatif. Nah untuk saksi pilpres juga harus disiapkan betul. Nah, hal itu yang mungkin ada yang perlu dipersiapkan secara khusus. Adapun untuk sosialisasinya, nampaknya bisa secara bersamaan. Secara paralel kami melakukan itu.

Lagi-lagi Anies distigmakan sebagai pelaku politik identitas. Bagaimana strategi untuk menghilangkan stigma itu?

Kami melihat dari rekam jejak dan kinerja beliau. Kalau Anies adalah pelaku politik identitas mungkin banyak komplain dari pihak pihak lain saat beliau menjadi Gubernur DKI Jakarta. Tapi nyatanya itu enggak ada.

Pengusaha-pengusaha yang dulu berkiprah pada saat gubernur sebelumnya juga bisa hidup dan berkiprah juga di masa Anies. Jadi sekali lagi ini hanya sebagai satu tuduhan, bahwa (Anies) politik identitas atau apa. Yang mana itu hanya untuk men-down grade dalam kontestasi di pilkada. Setelah kami melihat rekam jejak beliau sebagai gubernur, enggak ada juga yang dirugikan atau keberpihakannya hanya kepada satu identitas saja atau satu umat tertentu saja.

Kami juga melihat bagaimana Anies mendapat dukungan dari komunitas Tionghoa. Jadi ini menunjukkan sosok beliau bisa kok diterima di mana saja. Dan sekali lagi, jangan sampailah justru kita sendiri yang membuat stigma-stigma terhadap seseorang.

Karena itu saya berharap kepada masyarakat untuk bisa lebih dewasa dalam menyikapi dinamika politik. Ke depan kita harus bersatu, berkolaborasi, dan bersinergi untuk membangun negeri. Jangan kemudian kita terpecah terus sehingga akhirnya kita justru sulit untuk merealisasikan amanat founding father kita dalam UUD untuk menjaga kedaulatan Republik Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menyejahterakan masyarakat.

Bahkan kita harusnya enggak berkutat dalam masalah internal dalam negeri. Karena dalam amanat founding father adalah ikut terlibat dalam menciptakan ketertiban dunia. Bagaimana mungkin cita-cita besar mereka bisa terwujud saat kita disibukkan kondisi perpecahan di antara anak bangsa ini. Tentu itu sangat kontraproduktif dengan yang diharapkan dan dicita-citakan founding father kita.

Seperti apa strategi pemenangan PKS untuk pasangan Amin? Visi apa yang dititipkan PKS yang bisa diusung pasangan ini?

Pertama memang kaitan dengan militansi kader, ya memang itu yang kami terus jaga. Karena seperti yang saya katakan modal utama kami di PKS itu, soliditas struktur dan juga militansi kader.
Sehingga itu makanya kamk terus berikan informasi-informasi termutakhir terkait dengan perkembangan politik dan kebijakan partai. Sehingga mereka menerima hal yang sama di tengah gonjang-ganjing ini, mereka juga bisa lebih menerima situasinya itu. Sehingga enggak memunculkan keterbelahan di sisi internal.

Kedua tentu juga kami berharap kepada capres-cawapres yang kami usung agar mereka juga bisa merealisasikan ekspektasi kami dalam pembangunan.

Dulu sudah dirancang oleh MPP (Majelis Pertimbangan Pusat). Kami punya platform pembangunan PKS untuk Indonesia di bidang ekonomi, polhukam, dan sosial-budaya. Tentu kami ingin agar ini bisa masuk menjadi sebuah visi misi besar capres-cawapres dan kami akan sampaikan itu.

Intinya ada sejumlah hal. Pertama, dari sisi pendidikan, kedua dari sisi ekonomi. Saat ini memang banyak investasi. Tapi bagi kami, enggak cukup. Investasi ini harus dikaitkan dengan pesan founding fathers yaitu bagaimana menyejahterakan kehidupan bangsa.

Bagaimana PKS menyikapi kehadiran Partai Gelora yang berisikan sejumlah mantan kader PKS?

Bagi kami, justru dengan hadirnya Gelora sebagai partai itu bagus. Artinya ini lah ruang-ruang kerja kita. Makanya saya dan kader struktur diminta untuk membiarkan Gelora bekerja. Kita saling membuktikan saja kerja-kerja kita dilihat masyarakat. Tidak kemudian saling mendowngrade. Dan pandangan kami membuat bisa lebih solid. Apa yang enggak sejalan dengan pimpinan selama ini ya sudah tersalurkan ke Gelora.

Bagaimana dengan hubungan antara PKS dan kaum nahdliyin?

Jadi (hubungan PKS) dengan nahdliyin sama hal seperti stigma yang diberikan kepada Anies sebagai bapak politik identitas. Apakah kemudian dia (Anies) yang menciptakan stigma itu? Enggak ada. Begitu juga demgan hubungan antara PKS dan kaum nahdliyin. 

Banyak yang beranggapan PKS selalu bertentangan dengan nahdliyin. Namanya partai politik kan pasti mengambil seluruh sumber daya manusia dari organisasi yang ada di negeri ini. Ada dari Persatuan Islam (Persis), Muhammadiyah, termasuk dari Nahdlatul Ulama.

Hanya, memang mungkin Presiden PKS selama ini belum ada yang dari NU. Kemudian saat saya yang terpilih, saya juga dari NU. Juga ketika saya menyambut Muhaimin Iskandar, saya menyanyikan Ya Lal Wathon.

Jadi itu yang kemudian kami inginkan. Bagaimana politik ke depan ini bukan disibukkan pada hal-hal yang enggak substansi, tapi justru politik gagasan. Tentang apa yang akan kami kembangkan ke depan. Saya kira itu yang lebih penting untuk dilakukan ke depan. (Rif/Tim/X-7)
 

VIDEO TERKAIT :

BERITA TERKAIT