KOALISI Indonesia Maju (KIM) pimpinan bacapres Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meraih dukungan mayoritas parpol peserta Pemilu 2024. Koalisi tersebut kini terdiri atas Partai Gerindra, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, Partai Gelora, serta Partai Demokrat. Nama terakhir bergabung belakangan setelah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mundur dari KIM. PBB dan Gelora ialah partai nonparlemen. Adapun partai nonparlemen lain yang disebut-sebut juga akan segera bergabung ialah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dengan demikian, kekuatan Prabowo secara elektoral dan infrastruktur bisa dibilang mendekati sempurna.
"Setelah mendapat banyak dukungan, pekerjaan rumah terbesar Prabowo kini ialah menentukan bacawapres yang akan mendampinginya. Pilihannya ialah bacawapres dari partai-partai di internal koalisi atau bacawapres dari tokoh non partai. Sejauh ini, ada tiga nama potensial yang banyak disebut yaitu Airlangga Hartarto yang diusulkan oleh Golkar, Erick Tohir yang diusulkan PAN, dan Yusril Ihza Mahendra usulan PBB," ujar pengamat politik dari Lembaga Riset Publik (LRP) Muhammad Al-Fatih dalam keterangan tertulis, Selasa (19/9/2023). Di luar itu, muncul juga usulan nama putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat Wali Kota Solo. Persoalannya, Gibran ialah anggota Partai Demokrai Indonesia Perjuangan (PDIP) yang merupakan partai di luar KIM. Gibran juga terhambat masalah umur, sehingga harus menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan penurunan usia pencalonan capres/cawapres. Nama lain yang juga muncul ialah putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid.
Terkait hal ini, mengingat besarnya dukungan parpol di KIM, sebaiknya Prabowo tidak memilih bacawapres dari sosok nonparpol untuk menghindari munculnya gesekan di antara parpol pengusung maupun dengan para pendukungnya. Menimbang kebutuhan atas kepemimpinan yang kuat di masa jabatan 5 tahun ke depan dan beban kerja yang meningkat seiring berbagai tantangan yang harus dihadapi, yang dibutuhkan ialah cawapres yang bukan saja mampu mendongkrak elektabilitas, tetapi juga mampu membantu Prabowo menjalankan tugas.
Baca juga: Jokowi: Prabowo sudah Lebih Sabar
Cawapres pilihan Prabowo kiranya bukan sekadar ban serep, tetapi tokoh yang mampu bekerja membantu menata kehidupan bernegara yang kisruh pascaamendemen UUD 1945. "Saya menyarankan agar Prabowo memilih cawapres dari parpol nonparlemen yang bisa menjadi jalan tengah yang bisa diterima, baik oleh Gerindra sendiri maupun oleh Golkar, PAN, Demokrat, Gelora, dan PSI," tuturnya.
Menurutnya, bacawapres jalan tengah itu ada pada diri Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra. Setidaknya ada beberapa alasan yang menjadi penguat argumentasi ini. Pertama, Yusril ialah seorang negarawan, intelektual, dan politisi yang pernah tiga kali menjabat menteri strategis di bawah tiga presiden yang berbeda. Yusril juga punya segudang pengalaman di dunia internasional. Ia ikut menyusun berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, memimpin delegasi Indonesia ke berbagai pertemuan internasional, serta pernah menjadi Presiden Asia-Africa Legal Consultative Organization yang berkedudukan di New Delhi. Yusril juga pernah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara KTT Asia Afrika II dan Konfrensi Internasional Menghadapi Tsunami.
Baca juga: AHY Pimpin Deklarasi Capres yang Diusung Demokrat
Terkait relasi dengan parpol koalisi, Yusril pernah menyebutkan dalam suatu podcast bahwa bila terpilih jadi cawapres, kemungkinan besar dirinya akan mundur dari posisinya sebagai Ketua Umum PBB dan sepenuhnya mem-backup Prabowo sebagai presiden. Yusril ingin berdiri di atas semua golongan. Kedudukan Yusril di partainya memang unik dalam sejarah kepartaian di Indonesia. Ia punya banyak kemiripan dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Pertama RI. Keduanya sama-sama cerdas dan intelektual.
Sjahrir ialah Ketua Partai Sosialis Indonesia (PSI), sedang Yusril Ketua PBB. Kapasitas dan kemampuan pribadi kedua tokoh ini jauh lebih besar dibandingkan partai yang dipimpinnya. Sjahrir ialah tokoh besar di panggung sejarah negara kita, sekalipun PSI yang ia pimpin tetap partai kecil katakanlah jika dibandingkan dengan PNI, Masyumi, NU dan PKI. Hal serupa juga terjadi pada Yusril. Ia tokoh penting dalam panggung sejarah Indonesia kontemporer, meski PBB adalah partai yang lebih kecil dibanding partai sezamannya seperti PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, Nasdem, dan PPP.
Alasan kedua, lanjut Muhammad Al-Fatih, Yusril ialah sosok mewakili daerah-daerah luar Jawa. Ia orang Melayu campuran Minangkabau yang lahir dan dibesarkan di Belitung. Ini penting sebagai simbol perekat persatuan dan kesatuan bangsa kita yang majemuk. Meskipun Prabowo mempunyai ibu yang berasal dari Manado, tetapi secara kultural sosok Prabowo lebih dianggap Jawa. Kombinasi Prabowo-Yusril ibarat dwi-tunggal Soekarno-Hatta: Jawa dan luar Jawa.
Sedangkan alasan ketiga, Yusril ialah sosok politisi Islam moderat yang diterima oleh semua golongan, modernis, maupun tradisionalis. Almarhum Gus Dur pernah mengatakan bahwa kakek Yusril ialah ulama NU kultural, sementara ayah Yusril seorang Masyumi. Karena itu, Yusril akrab dengan amalan-amalan keagamaan yang dipraktikkan kalangan NU. Tidak heran Yusril akrab dengan keluarga Hadratusyeikh Hasyim Asy'ari sejak Pak Ud, Gus Dur, dan Gus Solah. Yusril juga dikenal sangat dekat hubungannya dengan para Kiai Langitan, sejak KH Abdullah Faqih sampai putranya yang sekarang mengasuh Pondok Pesantren Langitan, KH Ubaidillah Faqih. Yusril juga sangat dekat dengan KH Said Aqil Siradj. Posisi Yusril yang dekat dengan tokoh dan kiai NU ini dapat mengimbangi posisi Muhaimin Iskandar atau Cak Imin--sosok yang menjadi cawapres dari Anies Baswedan. Posisi Yusril ini juga bisa mengimbangi Erick Thohir yang belakangan dengan berbagai cara mencoba mendekati kalangan NU.
Sedangkan di kalangan Muhammadiyah, Yusril juga bukan sosok yang asing. Ia aktif di Majelis Hikmah PP Muhammadiyah di masa kepemimpinan AR Fachruddin dan aktif pula mengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hubungannya dengan Persis dan Dewan Dakwah juga berlangsung sejak lama. Yusril ialah murid Mohammad Natsir yang merupakan tokoh penting bukan saja bagi Masyumi, tetapi juga bagi Persis dan Dewan Dakwah.
Sedangkan alasan keempat adalah karena selain aktif dalam gerakan Islam, secara pribadi Prabowo sudah mengenal Yusril sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Yusril termasuk orang kepercayaan Presiden Soeharto dan membantu Presiden Kedua RI itu sampai akhir hayatnya. Secara pribadi, nilai lebih ini tidak dimiliki oleh calon lain yang menjadi kandidat bacawapres Prabowo.
Kemudian, dengan menunjuk Yusril sebagai bacawapres, posisi Menteri Koordinator (Menko) bisa dibagi rata kepada Golkar, PAN, dan Demokrat. Sikap Yusril yang selama ini dikenal moderat dan kompromistis juga akan lebih memudahkan kompromi dalam mengatur posisi menteri-menteri. Dalam catatan sejarah, Yusril pernah diminta bantuan untuk menengahi konflik di internal Golkar dan PPP. Dengan demikian, Yusril dapat berbuat banyak membantu Prabowo menengahi potensi ketegangan di antara partai-partai koalisi. (Z-2)