02 September 2023, 10:00 WIB

PDIP Ingin MPR Jadi Lembaga Tertinggi, Formappi Curiga untuk Pulihkan Sistem Orde Lama dan Baru


Media Indonesia | Politik dan Hukum

MI/ Seno
 MI/ Seno
Ilustrasi

KETUA Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Rabu (23/8) bercerita mengenai ayahnya Soekarno yang pernah diangkat menjadi Presiden seumur hidup melalui MPRS, hingga Bung Karno akhirnya digantikan Soeharto melalui TAP MPR Nomor XXXIII/MPRS/1967.

Baca juga: Jokowi Dukung Rencana Amendemen UUD 1945, Setelah Pemilu 2024

Belakangan wacana amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara kembali mencuat ke publik seperti diutarakan Ketua MPR Bambang Sosesatyo dalam pidato Sidang Tahunan MPR. Bamsoet menyebut usulan ini juga pernah disampaikan oleh Presiden kelima RI, Megawati Soekarnoputri.

Baca juga: Ada Penunggang Gelap Ubah Konstitusi

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus menilai, mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara belum layak untuk didukung. Menurutnya, MPR tak boleh sepihak memutuskan sistem bernegara.

"Saya kira sih dari sisi waktu dan substansi, dorongan amandemen untuk mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara belum layak untuk didukung. Kita berharap usulan apapun yang direkomendasikan selalu harus melibatkan publik. MPR jangan sepihak memutuskan mau kita apakah sistem bernegara kita," kata Lucius.

"Pengabaian MPR kepada aspirasi publik hanya akan menghuatkan dugaan akan adanya kepentingan lain dibalik ypaya mengembalikan posisi MPR," sambungnya.

Menurutnya, ide mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara cukup mengejutkan karena muncul di penghujung periode. Padahal, di awal periode MPR 2019-2024 usulan mengamandemen konstitusi tak pernah sampai menyinggung gagasan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

Lucius mengatakan, saat itu para pengusul amandemen konstitusi hanya menyebutkan keinginan mengembalikan GBHN dengan nama baru PPHN.

"Ketika publik kala itu coba membaca efek lanjutan dari gagasan mengembalikan PPHN adalah kembalinya MPR sebagai lembaga tertinggi negara, para pengusul buru-buru membantah," ungkapnya.

"Eh seperti tak mau menjilat ludah sendiri, sekarang para penggagas amandemen konstitusi justru seperti lupa dengan gagasan terdahulu soal PPHN dan justru lebih vulgar menginginkan amandemen konstitusi untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara," sambungnya.

Dengan latar tersebut, jelasya, publik bisa membaca motivasi para penggagas sejak awal periode terkait amandemen konstitusi, bahwa tampak ada agenda lebih besar di balik keinginan mengembalikan PPHN di awal periode. Yaitu memulihkan sistem lama selama orde lama dan orde baru.

"Jangan-jangan diam-diam target para penggagas amandemen konstitusi ini benar-benar untuk memulihkan sistem lama yang pernah berlaku selama orde lama hingga baru dimana MPR menjadi lembaga tertinggi negara. lalu jika niat itu terwujud misi selanjutnya menjadi mudah yaitu Pemilu Presiden oleh MPR," ujarnya.

Baca juga: Amendemen UUD 1945, PDIP: Harus Dilakukan Secara Cermat

Lucius menuturkan,  kecurigaan akan adanya agenda tersembunyi dibalik dorongan untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara bukan sesuatu yang berlebihan, jika melihat upaya atau dinamika MPR plus DPD mengusulkan sejumlah agenda terkait amendemen konstitusi.

"Niat-niat tersembuyi itu sulit dijangkau publik karena pengusul menyampaikan itu secara bertahap. Dari dinamika kemunculan usulan, sangat mungkin agenda lain sesungguhnya yang menjadi target para pengusul, dan agenda itu nampaknya sangat politis," pungkasnya. (H-3)

BERITA TERKAIT