MASYARAKAT Antikorupsi Indonesia (MAKI) bakal melaporkan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Pengawas (Dewas) siang ini, 2 Agustus 2023. Aduan berkaitan dengan operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas) beberapa waktu lalu.
"(Tiba) sekitar jam 13.00 WIB sampai 14.00 WIB," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangan tertulis, Rabu (2/8).
Aduan terkait pengumuman penetapan tersangka terhadap Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. KPK dinilai melanggar kewenangan karena keduanya harus diproses dengan aturan militer.
Baca juga: OTT di Basarnas, MAKI akan Laporkan Pimpinan KPK ke Dewas
Menurut Boyamin, semua pimpinan bakal masuk daftar aduannya. Sebab, para komisioner menganut prinsip kolektif kolegial.
"Seluruh pimpinan (dilaporkan), karena sifat kolektif kolegial, apa yang dilakukan AM (Wakil Ketua KPK Alexander Marwata) adalah personifikasi pimpinan," ucap Boyamin.
Baca juga: KPK Bakal Usut Keterlibatan Pejabat Basarnas Lain
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10% dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. (Z-3)