31 July 2023, 19:35 WIB

Penetapan Status Tersangka Kabasarnas, Diserahkan ke Mabes TNI


Candra Yuri Nuralam | Politik dan Hukum

MG Press
 MG Press
Korupsi pengadaan barang dan jasa Basarnas

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penetapan status tersangka terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto di instansinya dicabut. Seluruh penanganan perkara diserahkan ke Mabes TNI.

"Sudah di sana (Mabes TNI), kan sudah limpahkan, kita limpahkan, kalau status hukum kan tentu harus ada sprindik (surat perintah penyidikan), kan begitu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Senin, 31 Juli 2023.

Alex menjelaskan pihaknya menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka atas keputusan bukti permulaan yang cukup. Namun, tidak pernah ada sprindik yang dicetak untuk keduanya.

Baca juga: Buntut Korupsi Basarnas, Posisi Perwira TNI di Jabatan Publik akan Dievaluasi

"Secara substansi dan materiil sesuai dengan ketentuan KUHAP yang namanya tersangka itu siapa sih? Orang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan kecukupan bukti, dari alat bukti itu," ucap Alex.

KPK menyerahkan penetapan sprindik itu kepada Mabes TNI. Lembaga Antirasuah juga sudah menyerahkan semua temuannya untuk dipertimbangkan mereka.

Baca juga: Penyuap Kepala Basarnas Menyerahkan Diri ke KPK

"Secara administratif biarkan teman-teman Mabes TNI yang akan menyampaikan sprindik setelah menerima informasi tentang kronologis terjadinya peristiwa, sehingga teman TNI juga punya dasar menetapkan tersangka, seperti itu," ujar Alex.

Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.

Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
 
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
 
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
 
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
 
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee sepuluh persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
 
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
 
Dalam kasus ini, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
 
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku. (Z-10)

BERITA TERKAIT