01 November 2022, 20:28 WIB

Alasan Etis, Menteri Disarankan Mundur saat Jadi Capres


Indriyani Astuti | Politik dan Hukum

Dok.MI
 Dok.MI
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari

DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi (Pusako) sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat Feri Amsari berpendapat seorang menteri yang hendak mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum (pemilu) secara etika sebaiknya mengundurkan diri.

Hal itu ia tegaskan merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas pengujian Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

"Pada dasarnya pengaturan para menteri adalah hak prerogatif presiden. Kalau bicara etika tidak mungkin seorang menteri akan fokus bekerja kalau dia mencalonkan diri menjadi calon presiden. Begitu resmi menjadi calon semestinya secara etik, dia harus mundur karena tidak akan mungkin fokus mengelola kementerian dengan baik," ujar Feri ketika dihubungi, Selasa (1/11).

Feri menjelaskan bahwa Pasal 17 UUD 1945 dan Undang-Undang No.39/2008 tentang Kementerian Negara menegaskan bahwa menteri ditugaskan untuk membantu presiden dan menjalankan tugas konstitusionalnya. Oleh karena itu, menurutnya presiden yang paling tepat untuk memutuskan akan memberhentikan atau tidak menteri yang ingin maju menjadi calon presiden.

"Sepanjang presiden tidak terganggu tidak mungkin dipersoalkan. Kalau tidak (mundur), tentu akan ada mubazir negara memberikan gaji, dia (menteri) malah fokus ke dirinya. Jadi pendekatannya etis," tutur Feri.

Baca juga: Elektabilitas Golkar Melorot, Pengamat: Mesin Politik Belum Kerja Penuh

"Yang melihat diperlukan atau tidaknya menteri mundur adalah presiden. Pertanyaannya harus diserahkan pada presiden dengan pencalonan itu, kalau mau mencalonkan diri ya mestinya harus dengan izin presiden," imbuh dia.

MK pada putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022 yang diajukan Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) menyatakan frase 'pejabat negara' dalam pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 mewajibkan pejabat negara mengundurkan diri dari jabatannya saat mencalonkan diri sebagai presiden. Pengecualian diberikan kepada presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota dan menteri.

MK menambahkan menteri atau pejabat setingkat menteri hanya mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden. (OL-4)

BERITA TERKAIT