KOALISI Masyarakat Sipil Pemantau Paniai 2014 menilai Kejaksaan Agung telah mengaburkan konstruksi hukum kejahatan, terkait dugaan pelanggaran HAM berat pada Peristiwa Paniai. Sebab, jaksa hanya menyeret satu terdakwa ke persidangan yang mulai digelar di Pengadilan HAM Makassar, Sulawesi Selatan, hari ini, Rabu (21/9).
Diketahui, terdakwa yang dimaksud adalah mantan perwira penghubung pada Komado Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum menguraikan dua pertanggungjawaban komando terhadap Isak, yakni melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan dan penganiayaan.
Dalam surat dakwan, kejahatan itu disebut terjadi melalui serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Koalisi percaya bahwa serangan tersebut melibatkan lebih dari satu pelaku.
"Hukum dan standar internasional yang berlaku untuk kejahatan terhadap kemanusiaan dengan jelas menyatakan bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang secara langsung melakukan kejahatan harus dimintai tanggung jawab pidana," demikian pernyataan bersama Koalisi.
Menurut Koalisi, penyelidikan Komnas HAM sendiri telah membagi para terduga pelaku empat beberapa kategori, yaitu pelaku lapangan, komando pembuat kebijakan, komando efektif di lapangan, dan pelaku pembiaran. Oleh karena itu, Koalisi menilai seharusnya surat dakwaan tidak hanya menyasar pada Isak saja, tapi juga atasannya yang diduga tidak mencegah atau menghentikan dan menyerahkan pelaku kepada pihak berwajib.
"Jaksa tidak boleh terkesan melindungi pelaku dengan tidak menuntut pelaku yang jelas sangat potensial melanggar HAM. Sudah sepatutnya jaksa turut menuntut pimpinan TNI yang bertanggungjawab dan Kepala Operasi Aman Matoa V sebagaimana juga terang dijelaskan dalam laporan penyelidikan Komnas HAM," terang Koalisi.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan Tindak Kekerasan (Kontras) yang menjadi bagian dari Koalisi mengingatkan pernyataan Komnas HAM akan adanya upaya penghalangan atau obstruction of justice dalam penyelidikan Peristiwa Paniai. Menurut Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Tioria Pretty Stephanie, hal ini seharusnya bisa pertanggungjawakan secara pidana.
Dengan ditetapkannya Isak sebagai pelaku tunggal, pihaknya menilai hal itu akan merugikan hak asasi Isak sendiri. "Karena bisa saja sebatas dijadikan kambing hitam," tandas Pretty.
Selain Kontras, anggota Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Paniai 2014 antara lain terdiri dari Amnesty International Indonesia, Bersatu Untuk Keadilan, Elsham Papua, LBH Makassar, dan Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia.
Isak maupun penasihat hukumnya menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksespsi atas dakwaan JPU. Sidang berikutnya akan digelar pada Rabu (28/9) mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi. (OL-13)
Baca Juga: Sidang Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai Dinilai Amnesty Main-main