SUARA dan opini penataan kelembagaan dan reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) semakin berhembus kencang di kalangan masyarakat. Khususnya, pasca terbongkarnya kasus pembunuhan sadis terhadap Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Polri, Irjenpol, Ferdy Sambo, dengan menyeret sejumlah pejabat penting di lingkungan Mabes Polri dan jajarannya.
Hal tersebut menjadi perbincangan hangat dalam diskusi publik yang diselenggarakan Forum Komunikasi Pemuda Pecinta Alam Indonesia (FKPPAI) Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, (17/8) bertajuk “Kasus Brigadir J Buka Jalan Reformasi Polri.
“Kasus pembunuhan sadis Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Mabes Polri bikin gempar di tengah kami warga masyarakat, kok bisa jenderal polisi begitu tega membunuh anggota Polri selaku ajudannya sendiri”, kata Ghani Zulkarnaen, pengurus Forum Komunikasi Pemuda Pecinta Alam Indonesia (FKPPAI) Kabupaten Ciamis.
Menurut Ghani Zulkarnaen, banyak pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota Polri yang membuat citra buruk kepolisian.
“Bukan sekedar kasus Irjen Sambo saja, banyak juga pelanggaran hukum yang dilakukan anggota Polri seperti kasus penangkapan Kasat Reskrim Polres Karawang baru-baru ini dengan mengedarkan narkoba bikin citra institusi Polri semakin suram”, kata Ghani.
Sementara itu, Koodinator Bidang (Koorbid) DPP KNPI, Rasminto, mengungkapkan, kasus pembunuhan menjerat Irjenpol Sambo buka jalan seluas-luasnya reformasi Polri.
“Kasus Sambo membuka mata publik bahwa anggota Polri mudah terbangun kesan kultur institusi yang kental terhadap solidaritas korps yang berlebihan, sehingga solusi perbaikan kelembagaan harus dilakukan dengan mereformasi diri Polri itu sendiri”, kata Rasminto dalam diskusi itu bertajuk “Kasus Brigadir J Buka Jalan Reformasi Polri."
Rasminto menyayangkan aparat Polri sebagai penegak hukum banyak terseret dalam kasus Sambo.
“Bayangkan sampai saat ini sudah lebih 30 anggota Polri ditetapkan melanggar kode etik, 14 ditahan dan 4 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Sambo ini. Ini bukan sekedar kasus pembuhuhan biasa, tapi sudah jadi masalah krisis moral dan krisis kepercayaan di salah satu lembaga penegak hukum korps Bhayangkara,” ungkap Rasminto.
Karena itu, lanjutnya, sudah saatnya Polri mereformasi diri dengan melakukan penataan kelembagaan.
“Amanat UUD 1945 jelas bahwa Polri sebagai alat negara merupakan lembaga operasional dalam bidang keamanan dan penegakan hukum sama seperti TNI sebagai alat negara yang membidangi pertahanan negara. Namun bedanya TNI dalam perumusan kebijakan dan anggaran berada di bawah Kementerian Pertahanan,” jelas Rasminto.
"Seyogyanya dalam rangka penataan kelembagaan Polri harus dinaungi Kementerian," ujar Rasminto.
“Jika dibandingkan dengan TNI sebagai induk awal dari Polri sendiri, sangat jelas UU No 34/2004 tentang TNI memiliki cantolan UU induk berupa UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara sehingga TNI berada di bawah Kemhan. Nah kini sudah saatnya dibahas kembali wacana RUU Keamanan Nasional sebagai cantolan UU dalam penataan kelembagaan Polri di bawah kementerian keamanan,” kata Rasminto.
Pada acara diskusi publik tersebut turut hadir akademisi Universitas Negeri Jakarta, Iqbal Syafrudin, sebagai narasumber. (OL-13)
Baca Juga: Kuasa Hukum Tuding Irjen Sambo Gasak Rp200 Juta dari Rekening ...