02 July 2022, 12:24 WIB

188 Orang Daftar jadi Hakim AdHoc HAM Berat Paniai


Tri Subarkah | Politik dan Hukum

ISt
 ISt
Ilustrasi persidangan

MAHKAMAH Agung (MA) Republik Indonesia mencatat sebanyak 188 orang telah mendaftar sebagai calon hakim ad hoc yang akan menyidangkan perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada Peristiwa Paniai 2014. Angka itu dihimpun sejak Selasa (21/6) sampai Kamis (30/6).

"Jumlah pendaftar keseluruhan adalah 188 orang, terdiri dari 148 laki-laki dan 40 perempuan," ungkap Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/7).

Sobandi mengatakan pihaknya telah melaksanakan rapat pada Jumat (1/7). Beberapa keputusan telah diambil, namun ia belum bisa mengungkap hasilnya saat dikonfirmasi.

"Keputusan akhir akan diumumkan di hari Senin, 4 Juli, sore," imbuhnya.

Meski tidak dijabarkan secara detail, Sobandi menyebut para peserta berlatar belakang advokat, akaemisi, aparatur sipil negara (ASN), TNI, karyawan swasta, pejabat publik, mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi, dan pensiunan ASN.

Baca juga: Jabatan Dibatasi 2 Kali, Hakim Adhoc Gugat ke MK

Selama proses penjaringan calon hakim ad hoc, MA mensyaratkan para peserta berusia 45-65 tahun, memiliki latar belakang hukum, serta berpengalaman di bidang hukum minimal 15 tahun. Nantinya, para hakim ad hoc yang terpilih tidak akan terikat pekerjaan penuh waktu (full time).

Sebab, MA akan menerapkan sistem penugasan datasering. Oleh karena itu, ia meminta para calon pendaftar, khususnya para ahli, tidak khawatir. Dalam hal ini, hakim ad hoc tidak akan ditempatkan permanen di pengadilan, tetapi hanya akan dipanggil ketika ditugaskan atau ada perkara.

Setidaknya, MA membutuhkan enam hakim ad hoc untuk menangani perkara Paniai, baik di pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi. Jika proses seleksi berjalan lancar, MA memprediksi sidang perdana perkara tersebut bisa dilaksanakan pada pertengahan Agustus 2022.

Kejaksaan Agung sendiri telah melimpahkan perkara HAM berat Paniai ke Pengadilan HAM Makassar, Sulawesi Selatan, sejak 15 Juni lalu. Seorang perwira menengah, yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang saat peristiwa terjadi pada Desember 2014 menjabat sebagai Perwira Penghubung Kodim Paniai ditetapkan sebagai tersangka tunggal.(OL-5)

BERITA TERKAIT