28 June 2022, 11:46 WIB

Kecepatan Penanganan Sengketa Pemilu Jangan Abaikan Keadilan


 Indriyani Astuti | Politik dan Hukum

Mi/Cahya Mulyana
 Mi/Cahya Mulyana
Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif M. Ihsan Maulana. 

PENYELENGGARAAN pemilu berupaya agar penanganan sengketa pemilihan umum (pemilu) berlangsung efisien dan cepat.

Meski demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diingatkan untuk tidak terburu-buru. Pasalnya Undang-Undang No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (pemilu) memberikan waktu 12 hari untuk memutuskan perkara sengketa proses pemilu.

"Dalam 12 hari, Bawaslu harus memutus penyelesaian sengketa, alurnya panjang dan proses pembuktiannya tidak mudah. Putusan berkeadilan ini jadi tantangan," ujar Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif M. Ihsan Maulana dalam webinar bertajuk 'Tantangan Penyelesaian Sengketa Pemilu Serentak' yang diinisiasi Network for Independent Democratie Society (Netfid), Selasa (28/6).

Ihsan menuturkan diperlukan kajian ilmiah sebelum Bawaslu mempersingkat penanganan sengketa . Hal itu, terang Ihsan, dapat diketahui dari rata-rata waktu penyelesaian sengketa yang dibutuhkan berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya.

"Jangan mempersingkat tanpa ada basis yang rasional. Ini akan berdampak pada penanganan sengketa," tegasnya.

Baca juga: Kawal Pesta Demokrasi 2024, Ciptakan Pemilu Damai

Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Totok Hariyono menjelaskan pihaknya telah melakukan simulasi penyelesaian sengketa proses pemilu.

Menurutnya 12 hari kerja cukup dengan perkiraan 9 hari kerja ditambah 1 hari untuk mengoreksi putusan.

Bawaslu RI, imbuh Toto, akan memanfaatkan sistem informasi agar waktu penyelesaian sengketa proses pemilu lebih cepat.

Pemohon, ujar dia, tidak perlu hadir langsung ke kantor Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu kabupaten/kota.

Pemeriksaan bukti-bukti dan saksi, menurutnya bisa dilakukan menggunakan sistem teknologi informasi. Di sisi lain, Totok berharap Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjalankan proses tahapan pemilu sesuai prosedur sehingga celah gugatan bisa diminimalkan.

"Kami juga utamakan pencegahan dan sosialisasi sehingga proses gesekan tidak harus berlanjut pada proses sengketa," tukasnya.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menegaskan KPU tidak berupaya mengatur masa penanganan sengketa atau pelanggaran administrasi agar lebih singkat.

Ia menjelaskan masa kampanye dipersingkat dari 90 hari menjadi 75 hari. Lamanya proses penanganan sengketa, ujar Afif, akan berdampak pada penetapan daftar calon tetap (DCT) dan pencetakan surat suara.

"Kami ingin ini diantisipasi, biasanya ada mediasi. Kalau ada pencetakan surat suara yang tidak serentak karena terganjal penetapan DCT, akan ada beberapa daerah pemilihan yang terlambat. Kami yakin Bawaslu bisa dan kami tidak ingin mengatur," tukas Afif. (ind/OL-09)

BERITA TERKAIT