MAJELIS hakim militer pada Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi penempatan dana Badan Pengelola Tabungan Wajib Perumahan Angkatan Darat (TWP-AD) pada 2019-2020.
Dengan demikian, proses persidangan koneksitas dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan TWP-AD Brigjen Yus Adi Kamrullah bersama Direktur Utama PT Griya Sari Harta (GSH) Ni Putu Purnamasari tetap dilanjutkan.
Penolakan itu disampaikan dalam sidang putusan sela pada Rabu (25/5). Putusan tersebut dibacakan oleh hakim ketua Brigjen Faridah Faisal dengan didampingi hakim anggota Brigjen Hanifan Hidayatulloh dan Laksma Fahzal Hendri. Sebelum membacakan putusan sela, majelis hakim telah mempertimbangkan eksepsi penasihat hukum terdakwa dan tanggapan oditur militer tinggi atas eksepsi tersebut.
Menurut Faridah, pihaknya berkesimpulan bahwa Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta berwenang mengadili perkara korupsi TWP-AD. Sebelumnya, hal itu menjadi keberatan terdakwa karena menilai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus perkara korupsi. Terlebih, perkara korupsi termasuk tindak pidana khusus yang berasas lex specialis derogat legi generali.
Kendati demikian, majelis hakim menyandarkan pendapatnya dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur tentang kewenangan absolut. Dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf a beleid tersebut, dijelaskan bahwa peradilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah prajurit.
"Oleh karena terdakwa I (Brigjen Yus) pada waktu melakukan tindak pidana korupsi masih berstatus militer aktif, maka kewenangan mengadili berada pada pengadilan militer," jelas Faridah di ruang sidang.
Keputusan untuk mengadili perkara tersebut di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta juga disebabkan karena Brigjen Yus melakukan tindak pidana itu bersama-sama dengan pihak sipil, yakni Ni Putu. Oleh karenanya, penyelesaian perkara itu diselesaikan secara koneksitas. Adapun menurut Faridah titik berat kerugian dari perkara TWP-AD berada pada kepentingan militer.
Baca juga : JAM-Pidmil Lacak Aset Tersangka Korupsi Tabungan Perumahan Prajurit TNI AD
"Oleh karena titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana terletak pda kepentingan militer, maka perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan militer," katanya.
Selain menolak eksepsi dan menegaskan kewenangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, majelis hakim juga menyatakan bahwa surat dakwaan yang telah disusun oditur militer tinggi sah dan dapat diterima.
"Menyatakan sidang perkara terdakwa I Brigjen Yus Adi Kamrullah dan terdakwa II Ni Putu Purnamasari dilanjutkan," tandas Faridah.
Sidang berikutnya dengan agenda pemeriksaan saksi akan dimulai pada Rabu (8/6) mendatang. Oditur militer tinggi Brigjen Murod menyatakan pihaknya akan menghadirkan 35 saksi selama persidangan. Pada acara pemeriksaan pertama, oditur militer tinggi akan membawa 10 saksi ke ruang sidang.
"Karena saksi yang akan dihadirkan di sini sebanyak 35 orang saksi, sehingga pemanggilan pertama nanti kami akan menghadirkan sebanyak 10 orang," kata Murod.
Diketahui, perkara TWP-AD merugikan keuangan negara sebesar Rp133,763 miliar. Keduanya didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 atau Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (OL-7)