KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) terkait kasus suap izin pembangunan cabang ritel. Orang nomor satu di Ambon itu tercatat memiliki harta Rp12.495.832.265.
Data tersebut termuat dalam pengumuman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Richard yang dilaporkan ke KPK. Richard melaporkan LHKPN sebagai eksekutif pada Pemerintah Kota Ambon.
"Tanggal penyampaian atau jenis laporan 19 Maret 2021, periodik 2020," tulis keterangan pada laman elhkpn.kpk.go.id.
Richard tercatat memiliki harta tak bergerak. Dia tidak memiliki harta bergerak seperti kendaraan atau alat transportasi.
Richard memiliki tanah seluas 500 meter persegi di Kota Ambon sebagai hibah dengan akta senilai Rp75 juta. Lalu, tanah dan bangunan seluas 386 meter persegi di Kota Ambon sebagai hasil sendiri senilai Rp1,8 miliar.
Kemudian, tanah seluas 522 meter persegi di Kota Ambon sebagai hasil sendiri senilai Rp160 juta. Selanjutnya, tanah dan bangunan seluas 200 meter persegi di sebuah negara yang tidak disebutkan senilai Rp2.050.000.000.
"Bila ditotal tanah dan bangunan sejumlah Rp4.085.000.000," tulis data LHKPN.
Richard juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp132 juta. Kemudian, kas dan setara kas Rp8.278.832.265.
Richard ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Dua pihak juga ditetapkan sebagai tersangka yakni, Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR). Amri masih dinyatakan buron.
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Selain itu, Amri juga mengguyur Richard sebesar Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
KPK juga mengendus Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Namun, hal itu masih didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Pada perkara ini, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (OL-8)