KEBERADAAN tujuh anak buah kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) masih belum diketahui. Sebelumnya mereka menjadi kru kapal berbendera Taiwan, 6 di kapal ikan Wei Fa dan 1 di Kapal De Hai.
Wei Fa disebut angkat jangkar dari dermaga Mauritius pada 26 Februari 2021 sebelum dinyatakan hilang di laut oleh aparat keamanan Mauritius. Pada awal Maret, aparat keamanan Mauritius berhasil menarik kembali kapal tersebut ke Port Louis. Sayangnya, 7 ABK WNI tidak ditemukan. Hingga saat ini, nasib mereka belum jelas.
Menanggapi hal itu, pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa menilai langkah pemerintah Indonesia dan lembaga bantuan hukum dan HAM Padma Indonesia yang mewakili salah satu pihak keluarga korban kepada pihak aparat keamanan Mauritius sudah cukup baik.
"Langkah pemerintah Indonesia dan LBH Padma Indonesia untuk mengetahui kejelasan kasus hilangnya 7 ABK WNI di perairan Mauritius sudah cukup baik. Ini bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap warga negara Indonesia yang bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri. Sudah sepatutnya pemerintah menagih kejelasan kasus ini ke pihak aparat keamanan Mauritius," ujar Hakeng.
Bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional, Hakeng juga mengingatkan pemerintah untuk bisa bergerak cepat mengingat kejadian itu sudah setahun berlalu. Ia juga mengusulkan pembentukan tim investigasi terkait hilangnya 7 ABK pekerja migran Indonesia (PMI) tersebut.
“Saya meminta pemerintah untuk bisa bergerak cepat. Ingat, kasus ini sudah berjalan satu tahun lebih. Jangan sampai rakyat menilai pemerintah lamban dan kurang peduli dengan nasib buruh yang merupakan pekerja di atas kapal di luar negeri. Karena itu saya usulkan dibentuk tim investigasi lintas instansi. Tim dibentuk guna mendapatkan informasi lebih akurat dan up date," tegasnya.
Hakeng juga mendorong pemerintah agar dapat menggandeng Interpol dalam menanggani kasus tersebut. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI) itu juga meminta pemerintah agar bisa juga memberikan fokus pada penguatan pengetahuan sumber daya manusia di bidang transportasi laut, terutama berkaitan dengan aspek hukum kemaritiman.
"Tidak banyak pelaut Indonesia yang memahami aturan terkait hukum maritim, kepabeanan, imigrasi, sehingga tanpa disadari ada tindakan yang berpotensi masuk ke dalam ranah hukum pidana yang ada di setiap negara. Karena itu tugas pemerintah dan stakeholder untuk mempersiapkan pelaut yang memiliki keahlian dan pengetahuan mumpuni," pungkasnya. (OL-8)