23 April 2022, 19:35 WIB

PKS Usulkan Pembuatan Aturan Khusus Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah


Putra Ananda | Politik dan Hukum

ANTARA FOTO/Reno Esnir
 ANTARA FOTO/Reno Esnir
Anggota Fraksi PKS MPR Mardani Ali Sera

ANGGOTA Komisi II dari Fraksi Partai keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengungkapkan perlu adanya aturan khusus mengenai mekanisme pengangkatan penjabat (PJ) kepala daerah yang akan mengisi 272 wilayah yang masa jabatan kepala daerahnya habis di 2022 dan 2023. Pada tahun 2022 dan 2023 pemerintah tidak mengadakan pemilu dengan alasan keserempakan yang akan berlangsung di 2024 mendatang.

"Mesti dibuatkan aturan yang jelas. Itu perintah Mahkamah Konstitusi" jelas Mardani saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (23/4)

Menurut Mardani, aturan pengangkatan penjabat dibutuhkan sebagai penegasan bahwa pemerintah tidak akan mengangkat penjabat dari kalangan anggota TNI dan Polri aktif. Mengingat, MK telah menegaskan larangan anggota TNI/Polri mengisi posisi PJ pada 2022 dan 2023. Menurut Mardani, putusan MK tersebut harus dipatuhi oleh pemerintah.

"Tidak patuh sama dengan bisa berdampak pada penunjukkan pejabat yang akan dinilai cacat hukum. Regulasi turunan dalam penunjukkan penjabat kepala daerah juga mesti disiapkan," kata Mardani.

Baca juga: Muhaimin: Pengusaha Sudah Lama Keruk Untung dari CPO, Saatnya Mikirin Negara

Selain membatasi pengangkatan PJ dari kalangan TNI Polri, aturan khusus yang berasal dari turunan Undang-Undang (UU) 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU 6 tahun 2016 tentang Pilkada tersebut dibutuhkan untuk mengatur mekanisme yang lebih rinci mengenai ASN yang akan ditunjuk. Menurut Mardani hal ini penting untuk memastikan tahapan bisa berjalan dengan transparan, demokratis, dan akuntabel.

"Dan sebaiknya penunjukkan penjabat juga melibatkan tim panitia seleksi yang tidak hanya dari unsur pemerintah, libatkan juga pihak independen seperti akademisi," katanya.

Tak hanya itu, regulasi turunan juga bisa mengatur secara jelas terkait kewenangan daripada Pj kepala daerah. Menurut dia, hal ini juga mesti diperhatikan oleh pemerintah agar tak ada penyelewangan kewenangan.

"Pejabat pengganti tidak diperkenkan membuat keputusan strategis dan/atau mengangkat pejabat di bawahnya tanpa penilaian berstandar dan melibatkan pihak lain (DPRD atau lembaga independen)," katanya. (OL-4)

BERITA TERKAIT