21 April 2022, 13:09 WIB

MK Minta Bukti Tambahan dari DPR Terkait Gugatan uji Formil UU IKN


Indriyani Astuti | Politik dan Hukum

MI / ADAM
 MI / ADAM
Hakim Konstitusi Arief Hidayat (tengah) memimpin sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara di MK.

MENTERI Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan Undang-Undang (UU) No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) berdasarkan kajian pemindahan IKN dan didahului oleh penyusunan naskah akademik yang melibatkan pakar hukum tata negara. Ia menampik UU IKN didalilkan cacat formil.

"Penyusunan UU IKN telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Suharso saat memberikan keterangan mewakili pemerintah dalam sidang pengujian formil UU No.3/2022 terhadap UUD 1945, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (21/4).

Ia menjelaskan dalil pemohon bahwa UU IKN tidak memiliki azas kejelasan tujuan, menurut pengakuan pemerintah perencanaan UU IKN harus telah tercantum eksplisit dalam dokumen pembangunan jangka menengah periode V tahun 2021. Oleh karenanya, Suharso menyebut tidak serta-merta dapat disimpulkan pembentukan UU IKN tidak terecana.

Lalu mengenai adanya perbedaan faktual antara perencanaan dalam Peraturan Presiden (Perpre) No.18/2020 dengan realisasi, menurut pemerintah hal itu bukan merupakan isu konstitusional untuk membatalkan UU IKN. "Tahapan yang disusun pada Perpres No.18/2020 adalah tahapan, realisasi target bukan sesuatu yang dipertentangkan," ucap Suharso.

Ia menambahkan, terhadap dalil pemohon yang mengatakan UU IKN tidak memiliki hasil kedayagunaan dikarenakan UU IKN tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan. Pemerintah beralasan untuk mencapai Indonesia yang maju dan mandiri dan tingkat pembangunan yang makin merata termasuk berkurangnya kesenjangan antarwilayah, UU IKN dapat mendorong percepatan itu.

Di samping itu, terhadap tudingan UU IKN dibuat dengan cepat (fast track) menurut pemerintah, rencana pemindahan bukan sesuatu yang baru. Melainkan, telah direncanakan oleh beberapa presiden RI sebelumnya dan baru pada pemerintahan Presiden Joko Widodo rencana itu diwujudkan.

Baca juga: Wapres: Konflik Kekerasan di Papua Harus Diakhiri

Perihal pendanaan pembangunan dan pengembangan IKN yang akan berlokasi di Kabupaten Penajam Panser Utara, Kalimantan Timur, Suharso mengatakan pendanaan dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun sumber lain yang sah, pemanfaatan barang milik negara, partisipasi badan usaha dan skema dukungan pembiayaan internasional. Adapun pembangunannya direncanakan hingga 2045.

"Pemenuhan anggaran pembangunan IKN dilakukan sejalan dengan pemulihan kondisi pasca pandemi dan disesuaikan dengan kondisi terkini serta memerhatikan kapasitas APBN," ucapnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Arteria Dahlan mewakili pihak legislatif sebagai pemberi keterangan. Menurutnya proses pembentukan dan pembahasan UU IKN telah dilakukan secara transparan. Hasil rapat, ujar dia, dapat dilihat dan disiarkan melalui kanal TV Parlemen. Ia menganggap perpindahan ibu kota negara dengan adanya UU IKN tidak akan menyebabkan kerugian konstitusional terhadap pemohon.

"Tidak mengurangi hak konstitusional pemohon menjalani profesinya sebagai dosen, pegawai negeri sipil, pengurus rumah tangga," ucap Arteria.

Menanggapi itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta DPR menjelaskan lebih detil agenda panitia khusus pembahas UU IKN karena menurut para pemohon ada agenda yang tidak bisa diakses dan pemerintah diminta melampirkan bukti tambahan mengenai dalil pemohon bahwa UU itu dibuat dengan jalur cepat.

Perkara Nomor 25 dan 34/PUU-XX/2022 diuji oleh antara lain oleh Azyumardi Azra, Din Syamsudin, Didin S. Damanhuri, dan lainnya. Mengenai alasan pengujian formil, para Pemohon berdalih bahwa Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan.

Apabila pembentukan peraturan perundang-undangan justru menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk memperdebatkan dan mendiskusikan isinya, maka dapat dikatakan pembentukan peraturan perundang-undangan melanggar kedaulatan rakyat. Karenanya menurut pemohon, pembentukan UU IKN cacat formil. (OL-4)

BERITA TERKAIT