BANTUAN langsung tunai (BLT) minyak goreng yang diberikan pemerintah ke masyarakat imbas kelangkaan dan kenaikan harga di Tanah Air berpotensi dibebankan ke para tersangka yang telah ditetapkan Kejaksaan Agung. Ini dimungkinkan karena kerugian perekonomian negara menimbulkan multiplier effect.
Celah itu saat ini sedang dipikirkan jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung. Demikian disampaikan Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Supardi saat ditemui di Kompleks Kejagung.
"Adanya multiplier effect kan sehingga negara tuh mengambil aksi, misalnya harus mengeluarkan dari APBN atau BLT," ujarnya, Selasa (19/4) malam.
Menurut Supardi, upaya tersebut bisa dilakukan untuk memurnikan pengeluaran negara dampak dari perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, periode Januari 2021 sampai Maret 2022.
Sejauh ini, negara telah mengeluarkan anggaran sekitar Rp14 triliun buntut dari peristiwa kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng. Angka itu berasal dari subsidi minyak goreng curah sebesar Rp7,6 triliun dan anggaran BLT minyak goreng sebesar Rp6,4 triliun.
"Nanti kita konstruksikan, bisa enggak nanti itu kita tarik menjadi upaya pengembalian kembali, memurnikan kembali, nanti kita lihat konstruksinya," jelas Supardi.
Baca juga: Presiden: Usut Tuntas Korupsi Minyak Goreng
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengumumkan empat tersangka dalam perkara tersebut. Salah satu tersangka merupakan pejabat negara eselon I, yaitu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Pedagangan Indrasari Wisnu Wardhana.
Adapun tiga tersangka lainnya adalah pihak swasta, yaitu Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.
JAM-Pidsus Febrie Adriansyah mengungkap para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman penjara dalam beleid itu adalah paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Dalam keadaan tertentu, pelaku juga bisa dijatuhi hukuman mati.(OL-5)