SEORANG karyawan Es Teler 77 yang tinggal di daerah Surabaya mengajukan permohonan uji materiil pasal 35 ayat 2 dan 37 ayat 1 Undang-Undang (UU) 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang telah diubah menjadi UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon yang bernama Samiani menilai, pasal 35 ayat 2 dan 37 ayat 1 belum mengatur klausul tentang pencairan dana jaminan hari tua (JHT) apabila seorang karyawan mengundurkan diri atau mengalami pemutusan hubungan kerja (phk).
"Harapan pemohon nanti pemohon ini mengundurkan diri maka uang jaminan hari tua bisa dicairkan," ujar Muhammad Soleh selaku pengacara yang mewakili pemohon bersidang di MK secara daring, Rabu (23/3).
Diungkapkan oleh Soleh, pemohon menilai tidak adanya klausul pengaturan pengunduran diri dan phk dalam UU SJSN yang kini telah diubah ke dalam UU Ciptaker membuat Menteri Tenaga Kerja (Menaker) menerbitkan Peraturan Menaker (Permenaker) nomor 2 tahun 2022. Permenaker 2 tahun 2022 dalam pasal 5 menyatakan bahwa pekerja yang mengundurkan diri ataupun terkena phk harus menunggu usia miniamal 56 tahun sebelum mencairkan dana JHT.
"Ketentuan Permenaker ketika pekerja mengundurkan diri atau terkena PHK maka uang JHT bisa dicairkan ketika pekerja berusia 56 tahun. Oleh karenanya pemohon berkeyakinan memilili legal standing untuk mengajukan permohonan," ungkap Soleh.
Soleh menjelaskan bahwa pemohon akan menggunakan uang JHT sebagai tambahan modal usaha ketika berhenti bekerja sebagai karyawan. Pemohon sendiri telah bekerja dan diangkat sebagai karyawan tetap di kantornya sejak 2014.
Baca juga: Anggota DPR Ajak Masyarakat Kawal Revisi Permenaker tentang JHT
"Menurut pemohon, pemohon tidak mungkin selamanya jadi pekerja. Pemohon berkeinginan untuk mandiri punya usaha sendiri. Tentu dalam berusaha nanti pemohon membutuhkan modal," ungkapnnya.
Soleh melanjutkan, dalam mengajukan gugatannya pihaknya mengacu pada Permenaker Nomor 19 tahun 2019 yang masih memberikan ruang bahwa JHT bisa dicairkan tanpa harus menunggu usia 56 tahun.
Pemohon melihat bahwa persoalan polemik pencairan JHT lebih dikarenakan belum diaturnya klausul pengunduran diri dan PHK dalam UU SJSN.
"Sehingga pemeirntah melalui Menaker itu bisa mengatkan bahwa ketika JHT dicairkan belum usia pensiun bukan JHT tapi jaminan hari muda. Tidak sesuai dengan UU klausulnya yang menyatakan JHT sehingga pemohon lebih baik menguji pasal yang dimaksud," ungkapnya.
Salah satu majelis hakim MK yakni Manahan Sitompul menilai permohonan pemohon perlu dikoreksi sebelum dilanjutkan ke dalam tahapan persidangan berikutnya. Manahan menemui halaman pengajuan pemohon yang diketik secara menyadur.
"Saya lihat ada beberapa yang copy paste dalam permohonannya, perlu diperbaiki dahulu baiknya sebelum dikirim," ungkap Manahan.
Manahan juga menjelaskan polemik JHT yang ditimbulkan oleh Permenaker 2 tahun 2022 sudah dicabut oleh pemerintah. Dengan begitu pekerja tidak lagi harus menunggu usia minimal 56 tahun atau umur pensiun pekerja baru berhak menerima JHT.
"Tapi terlepas daripada itu saya melihat kan di petitum pemohon menambahkan istilah dengan norma pengunduran diri dan terkena PHK. Sekarang apakah dalam posita Anda sudah bisa menguraikan dengan tambahnya itu berdasarkan alasan pemaknaan. Harus ditelusuri apakah misalnya mengundurkan diri dalam waktu 1 atau 2 tahun," ujar Manahan. (OL-4)