21 January 2022, 06:23 WIB

KPK: Hakim Mestinya Menyangga Supremasi Pemberantasan Korupsi


Candra Yuri Nuralam | Politik dan Hukum

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
 ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hakim Itong Isnaeni Hidayat karena diduga menerima suap terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya. KPK bakal memproses hukum Itong meski dirinya merupakan 'wakil tuhan' di dunia.

"Ini menjadi wujud komitmen KPK untuk terus berikhtiar serius dalam upaya pemberantasan korupsi melalui strategi penindakan," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, malam.

KPK mengaku miris melihat Itong terjerat kasus korupsi. Apalagi, dugaan suap yang dilakukan Itong juga menjerat Panitera Pengganti Hamdan.

"KPK sangat prihatin dengan masih terjadinya tindak pidana korupsi, terlebih melibatkan seorang hakim dan panitera pengadilan yang notabene adalah seorang aparat penegak hukum," ujar Nawawi.

Itong seharusnya menjadi pribadi yang amanah sebagai 'wakil tuhan' di dunia. Tindakan dugaan penerimaan suap yang dilakukan Itong diyakini melenceng dari konsep hakim sebagai 'wakil tuhan' di dunia.

Baca juga: Ujung Basmi Korupsi masih Gelap Gulita

"Seorang aparat penegak hukum semestinya menjadi pilar utama dalam menyangga supremasi hukum pemberantasan korupsi, dan menjadi contoh warga negara yang taat hukum, dan tidak melakukan tindak pidana, apalagi korupsi," tegas Nawawi.

Terpisah, Itong enggan mengomentari kasusnya yang diyakini bisa merusak citra pengadilan di Indonesia. Dia melempar penilaian itu kepada KPK.

"Silahkan ditanggapi oleh KPK," ujar Itong usai diperiksa.

KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka, yakni hakim Itong Isnaeni Hidayat, panitera pengganti Hamdan, dan pengacara Hendro Kasiono.

KPK menyita uang Rp140 juta sebagai barang bukti. Uang merupakan tanda jadi awal agar Itong memenuhi keinginan Hendro terkait permohonan pembubaran PT Soyu Giri Primedika yang kasusnya tengah bergulir di PN Surabaya.

Hendro dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Itong dan Hamdan dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (OL-4)

BERITA TERKAIT