WACANA yang diketengahkan oleh Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen Agus Widjojo tentang usulannya agar dibentuk Dewan Keamanan Nasional dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang nantinya akan menaungi Polri, dinilai sangat lemah secara akademik.
"Polri berada di bawah UU no. 22 tahun 2002 di pasal 8 berkedudukan langsung di bawah Presiden RI. Bila wacana itu akan dijalankan, maka perubahan UU Kepolisian harus di ubah kembali. Tugas utama Polri adalah menjaga keamanan nasional, menegakkan hukum dan melakukan pelayanan publik. Dengan lingkup tugas yang meliputi arena yudikatif, eksekutif ini tidak bisa menjadi subordinat eksekutif saja," ujar pengamat Kebijakan Publik Djuni Thamrin, Ph.D. dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/1) .
Menurut Djuni Thamrin, Kepolisian itu tidak boleh diintervensi oleh kekuasaan lain, karena statusnya adalah institusi penegak Hukum sama seperti Mahkamah Agung (Kehakiman) dan Kejaksaan Agung (Jaksa). Maka kalau kemudian Polri berada di bawah lembaga lain, bukan langsung di bawah Presiden maka independensinya akan dipertanyakan.
"Justru Polri ini harus dibesarkan karena untuk melayani, mengayomi dan melindungi seluruh masyarakat Indonesia satu sisi, tetapi juga diberi wewenang untuk bertindak pada sisi yang lain. Sekali lagi wacana tersebut jauh dari pilihan ideal penempatan posisi Polri," jelas dia.
Dalam hal ini, Djuni Thamrin menilai, Lemhanas harusnya di bawah Kemhan agar lembaga yang membantu Presiden tidak terlalu gemuk dan hemat anggaran untuk organisasi yang lebih penting. Agar pemerintah Indonesia terlihat ramping dalam pengelolaannya akan lebih efektif dan efisien. (OL-13)
Baca Juga: Polri di Bawah Kementerian, DPR: Tak Tepat