DIREKTORAT Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM-Pidsus) sampai saat ini belum berhasil melakukan penyitaan aset dari hasil korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) di luar negeri. Padahal, Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Supardi sempat menyebut ada satu negara yang telah membuka pintu bagi Kejaksaan untuk menyita.
Supardi mengungkap aset yang berada di luar negeri tidak berjumlah banyak. Saat dikonfirmasi, ia belum bisa memastikan kapan proses sita akan dilakukan. Yang jelas, lanjutnya, penyitaan tidak akan dilakukan beriringan dengan proses penyidikan saat ini.
"Seandainya informasi jelas pun nanti pasti prosesnya belakangan itu, ndak bisa beriringan dengan berkas perkara," jelasnya di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (1/12) malam.
"Karena kalau tidak volunteer dari negara yang bersangkutan (melalui mekanisme) G to G (antarpemerintah), kan harus pakai mutual legal assistance. Itu lama, ndak bakal berbarengan dengan poses penyidikan," sambungnya.
Saat disinggung pendapatnya soal kewenangan otoritas pusat atau central authority di Kejaksaan, Supardi enggan menjawab. Selama ini, kewenangan otortias pusat Indonesia berada di Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini dinilai memperlambat proses penyitaan aset hasil kejahatan di luar negeri.
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi III DPR RI pada Rabu (17/11) lalu, Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simanjuntak meminta agar kewenangan Kejaksaan sebagai otoritas pusat dimasukkan ke RUU Kejaksaan.
Berdasarkan data yang diperoleh Masyarakat Transparansi Indonesia, ia menyebut central authority pernah menerima 80 permintaan kasus yang berkaitan dengan perburuan aset dan koruptor. Namun, hanya 3 saja yang dapat diselesaikan.
"17 kasus tidak ditindaklanjuti, dan 60 kasus sedang dalam proses. Lampatnya proses di central authority akibat birokrasi yang panjang," kata Barita.
Sebelumnya, Supardi mengungkap aset tersangka ASABRI yang berada di luar negeri berbentuk properti. Meski tidak menyebut secara spesifik, ia memastikan negara yang dimaksud tidak berada di benua Asia. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Kepada Media Indonesia, Ivan mengungkap pihaknya telah mengendus aliran dana dari tersangka korupsi ASABRI ke pihak lain yang diduga untuk membeli properti di Selandia Baru.
"Untuk aset di luar negeri, kami telah mengindentifikasi adanya aliran dana kepada pihak lain yang diduga untuk pembelian properti di Selandia Baru," ujar Ivan kepada Media Indonesia, Rabu (17/11). (OL-13)
Baca Juga: RUU Kejaksaan akan Beri Kewenangan Jaksa Lakukan Peninjauan Kembali