TIGA hakim di jajaran peradilan Mahkamah Agung (MA) dijatuhi sanksi nonpalu atau tidak menyidangkan perkara, selama dua tahun. Dua hakim di antaranya terbukti bertemu dengan pihak berperkara.
Putusan itu diambil dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (12/10) dan Rabu (13/10) di Ruang Sidang E201, Gedung MA, Jakarta.
Dua hakim yakni JW dan MJP dijatuhi sanksi nonpalu dengan dasar dugaan menerima suap terkait kasus yang sedang ditangani di Pengadilan Negeri (PN) Menggala.
MKH memutuskan bahwa JW dan MJP terbukti melanggar Keputusan Bersama MA dan KY No.047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/lV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim angka 1 butir 1.1.(2); angka 2 butir 2.1.(1); angka 2 butir 2.2.(1) jo Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 6 ayat (2) huruf a, dan pasal 6 ayat (3) huruf a jo Peraturan Bersama MA dan KY Nomor 02/PB/MA/lX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Sebelumnya, KY merekomendasikan pemberhentian tetap dengan hak pensiun.
"Menjatuhkan sanksi kepada para terlapor dengan sanksi berat berupa hakim nonpalu selama dua tahun, tanpa dibayar tunjangan jabatan, dan dimutasi ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara," ucap M. Taufiq HZ saat membacakan putusan dikutip dari siaran pers KY, Jumat (15/10).
Pada sidang, kedua hakim terlapor terbukti bertemu dengan pihak berperkara, meminta ponsel, dan sejumlah uang dan terjadi tawar menawar. Namun, para terlapor tidak terbukti menerima ponsel dan sejumlah uang yang dimaksud.
Dalam perkembangannya, para terlapor dinyatakan tidak tahu terkait hasil putusan perkara karena ketika memasuki proses pembuktian keduanya telah dimutasi ke pengadilan lain.
Selain itu pada sidang yang digelar Selasa (12/10), hakim lain yang dijatuhi sanksi nonpalu adalah hakim FNN yang merupakan hakim PTUN Tanjung Pinang. MKH menjatuhkan sanksi nonpalu dua tahun dan ia dimutasi ke Pengadilan Tinggi (PT) Tata Usaha Negara (TUN) Medan.
“MKH memutus menjatuhkan sanksi disiplin berat nonpalu selama dua tahun di PT TUN Medan," ujar Ketua Majelis Irfan Fachruddin saat membacakan putusan dikutip dari rilis resmi KY, Kamis (14/10) malam.
FNN awalnya direkomendasikan pemberhentian tetap dengan hak pensiun karena mangkir bertugas sebagai hakim sejak 2018. Dalam pembelaannya, FNN menyatakan alasan mangkir karena keluarga.
Dua dari tiga anak hakim FNN berkebutuhan khusus sehingga disarankan oleh psikiater untuk selalu didampingi oleh orang tua.
FNN juga telah mengajukan secara lisan permohonan mutasi saat menghadap kepada Ketua Kamar TUN MA. Kemudian FNN mengambil cuti besar dan membawa anak-anaknya kembali ke Medan, Sumatera Utara.
Dalam perkembangannya, keputusan terkait promosi dan mutasi tidak kunjung terbit, tetapi FNN tidak masuk kerja tanpa melaporkan ke atasannya sehingga FNN dianggap mangkir karena tidak menjalankan tugasnya sebagai hakim.
Dalam pertimbangannya, Majelis menganggap apa yang telah dilakukan oleh FNN adalah pelanggaran berat. Namun, mengingat FNN telah mengabdi selama 15 tahun sebagai hakim dan tidak pernah diberikan sanksi oleh MA maupun KY, maka hal itu menjadi faktor yang meringankan. FNN menjelaskan, selama di Medan, ia merawat kedua anaknya.
Pernyataan FNN tersebut dikuatkan oleh suami FNN yang bertindak sebagai saksi. Suami FNN juga berprofesi sebagai hakim di PN Tubei. (Ind/OL-09)