PLT Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ipi Maryati Kuding mengatakan pihaknya tidak menutup adanya penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Diketahui, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Edhy 5 tahun penjara karena dinilai bersalah menerima suap guna memuluskan pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
"KPK sangat terbuka kemungkinan untuk terus melakukan pendalaman dan pengembangan perkara selain tindak pidana Korupsi berdasarkan kecukupan alat bukti," kata Ipi melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Sabtu (17/7).
Untuk mengusut dugaan pencucian uang, Ipi menjelaskan bahwa penyidik lembaga antirasuah akan menganalisis seluruh fakta hukum selama proses persidangan. Fakta hukum tersebut termuat dalam pertimbangan putusan majelis hakim yang dibacakan pada Kamis (15/7) lalu oleh hakim ketua Albertus Usada dengan didampingi Ali Muhtarom dan Suparman Nyompa sebagai hakim anggota.
"Karenanya, kami akan menunggu salinan putusan lengkap dan tim jaksa penuntut umum akan mempelajari pertimbangan majelis hakim untuk kemudian membuat analisis dan rekomendasi kepada pimpinan untuk tindak lanjutnya," terang Ipi.
Sebelumnya, desakan agar penyidik KPK mengeluarkan Sprindik TPPU terhadap Edhy datang dari peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. Ia menilai beberapa bukti awal modus kejahatan cuci uang telah terungkap dalam persidangan. Ini misalnya tercermin dari modus menggunakan pihak lain sebagai pembeli properti guna menyamarkan aset hasil kejahatan maupun meminjam rekening orang ketiga untuk menerima sejumlah penerimaan suap.
Sementara itu, pakar TPPU Yunus Husein mengatakan Sprindik TPPU terhadap Edhy bisa saja dikeluarkan sekarang. Dengan kata lain, penyidik KPK tidak perlu menunggu sampai putusan Edhy memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Hal tersebut merujuk Pasal Pasal 69 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Bahkan, Yunus juga menerangkan penyidikan TPPU bisa dilakukan sebelum vonis dijatuhkan. Sebab, untuk mengetahui adanya tindak pidana asal tidak perlu menunggu vonis.
Sebelumnya, Edhy terbukti menerima suap sebesar US$77 ribu dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Surhajito, salah satu eksportir benih bening lobster (BBL). Ia juga terbukti menerima suap sebesar Rp24,625 yang merupakan akumulasi keuntungan dari PT Aero Citra Kargo, perusahaan pengiriman ekspor BBL. Dalam perkara itu, Edhy ikut merombak susuan pengurus dan kepemilkan saham PT ACK dengan menempatkan dua nomine. (OL-8)