16 July 2021, 20:57 WIB

Dissenting Opinion Hakim Jadi Modal Perkuat Banding Edhy Prabowo


Tri Subarkah | Politik dan Hukum

Antara
 Antara
Edhy Prabowo

SEJAK divonis bersalah melakukan korupsi dan dihukum pidana penjara 5 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, belum menentukan langkah hukum selanjutnya. Penasehat hukum Edhy, Soesilo Aribowo, mengatakan pihaknya masih menggunakan waktu pikir-pikir.

"Belum (memutuskan banding), kami masih pikir-pikir," aku Soesilo kepada Media Indonesia melalui pesan singkat, Jumat (16/7).

Batas waktu untuk pikir-pikir adalah tujuh hari setelah putusan dibacakan, yakni terhitung mulai hari ini sampai Jumat (24/7). Dalam perkara suap guna memuluskan pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur, Edhy juga dijatuhi pidana denda Rp400 juta serta pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp9,687 miliar dan US$77 ribu maupun pencabutan hak politik selama tiga tahun.

Meskipun belum menentukan sikap, Soesilo mengatakan bahwa perbedaan pendapat (dissenting opinion) yang dikemukakan hakim anggota Suparman Nyompa dapat menjadi modal untuk memperkuat banding. Dalam dissenting opinion-nya, Suparman mengatakan bahwa Edhy hanya terbukti melanggar ketentuan Pasal 11 UU Tipikor.

Pandangan tersebut berbeda dengan hakim ketua Albertus Usada dan hakim anggota lainnya, yakni Ali Muhtarom, yang meyakini bahwa dakwaan jaksa penuntut umum KPK yang terbukti terhadap Edhy adalah Pasal 12 UU Tipikor. Menurut Suparman, fakta persidangan tidak membuktikan adanya penerimaan suap dari Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP), Suharjito.

"Dissenting opinion itu tentu bisa memperkuat banding kalau diperlukan," pungkas Soesilo. (OL-8)

 

BERITA TERKAIT