06 April 2021, 15:27 WIB

Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi Ditujukan bagi Internal


Rahmatul Fajri | Politik dan Hukum

ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
 ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Ilustrasi

DIVISI Humas Polri memberi penjelasan terkait surat telegram Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang berisi larangan media menyiarkan tindakan arogan polisi.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan larangan dalam surat telegram itu ditujukan hanya untuk humas dan media internal kepolisian. Ia mengatakan ST tersebut berisi instruksi dari Markas Besar untuk kewilayahan agar semakin baik di masa mendatang.

"Itu untuk internal polri. Lihat ST itu ditujukan kepada kabid humas, itu petunjuk dan arahan dari Mabes ke wilayah, hanya untuk internal," kata Rusdi, ketika dihubungi, Selasa (6/4).

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram (ST) nomor : ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Surat telegram itu berisi aturan pelaksanaan peliputan yang bermuatan kekerasan dan atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik.

Ada 11 perintah Kapolri dalam surat telegram itu. Perintah itu wajib diikuti oleh pengemban fungsi humas di Polda dan Polres di seluruh Indonesia.

"Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis," begitu bunyi perintah pertama Listyo dalam surat telegram itu.

Baca juga: Si Koboi Fortuner Resmi Berstatus Tersangka Kecelakaan

Kedua, tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. Ketiga, tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.

Keempat, tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan.

Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosan dan atau kejahatan seksual.

Keenam, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual beserta keluarganya, dan orang yang diduga pelaku kejahatan seksual beserta keluarganya.

Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan, yang merupakan anak di bawah umur.

Kedelapan, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan atau reka ulang bunuh diri, serta menyampaikan identitas pelaku.

Kesembilan, tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang

Ke-10, tidak membawa media dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

Ke-11, tidak menampilkan gambar secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.

Penerbitan surat telegram itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infotmasi Publik, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, dan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor: 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.

Surat telegram itu bersifat petunjuk arah untuk dilaksanakan dan dipedomani. Surat itu diterbitkan Senin (5/4) dan ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono. (OL-4)

BERITA TERKAIT