WAKIL Presiden Ma’ruf Amin mengingatkan masyarakat agar tidak mengaktualisasikan eksistensinya dengan membuat aktivitas maupun ekspose yang menonjolkan hal-hal yang eksklusif.
Aktivitas yang memperlihatkan karakteristik lokal dan identitas secara berlebihan dikhawatirkan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
“Aktivitas maupun ekspose yang menonjolkan hal-hal yang eksklusif, seperti misalnya karakteristik lokal dan identitas yang dimiliki, yang dilakukan secara berlebihan sangat berpotensi melemahkan persatuan dan kesatuan nasional bagi bangsa yang majemuk seperti negeri yang kita cintai ini," katanya saat menyampaikan Ceramah Umum dengan tema “Politik Kebangsaan dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Menuju Indonesia Hebat” pada acara Kongres Ikatan Alumni Universitas Kristen Indonesia (IKA UKI) Ke-6 yang diselenggarakan secara daring, Sabtu (27/2
Wapres mengingatkan agar sebagai generasi penerus, seluruh elemen bangsa saat ini wajib memahami dan menjaga kesepakatan-kesepakatan bangsa yang telah menjadi kerangka dasar dari bangunan kebangsaan dan sistem ketatanegaraan Indonesia di dalam Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan juga Bhineka Tunggal Ika.
"Caranya tentu tidak cukup hanya dengan menghafal atau mencatatnya sebagai rujukan saja, tetapi dengan mengaplikasikannya dalam berbagai aspek kebijakan maupun sikap dan perilaku bermasyarakat dan bernegara," paparnya.
Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang sering dijadikan contoh bagaimana kerukunan nasional itu dibangun dan dikembangkan.
Karena itu, dirinya berharap seluruh masyarakat menjaga kesepakatan yang merupakan dasar kebangsaan dan kenegaraan kita yaitu bingkai politis, yuridis, sosiologis, dan teologis.
“Karena itu diharapkan kita semua bisa menjaga kesepakatan yang merupakan dasar kebangsaan dan kenegaraan, yang sering saya sebut sebagai 4 bingkai kerukunan nasional," terangnya.
Ia mengakui, derasnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang menimbulkan disrupsi dalam berbagai bidang membawa tantangan tersendiri bagi masyarakat, budaya, dan pemerintahan.
Untuk itu, merawat kesepakatan nasional yang telah ditetapkan para pendiri bangsa perlu dilakukan sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi.
"Kita patut bersyukur bahwa para pendiri bangsa Indonesia yang memiliki beragam latar belakang budaya, bahasa, dan agama mendirikan NKRI atas dasar kesepakatan-kesepakatan dasar yang kokoh," jelasnya.
Ma’ruf menyebutkan, saat ini tantangan globalisasi bisa menjadi ancaman terhadap rasa kebangsaan dalam suatu negara yang majemuk seperti Indonesia.
"Hal itu dikarenakan adanya ekses dari globalisasi, atau kemajuan pembangunan ekonomi, yang manfaatnya tidak dirasakan oleh kelompok-kelompok masyarakat dan individu tertentu, sehingga merasa termarjinalkan," pungkasnya. (OL-8)