13 January 2021, 18:15 WIB

Pembobol BNI Maria Pauliene Didakwa Rugikan Negara Rp1,2 Triliun


Tri Subarkah | Politik dan Hukum

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
 ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Maria Pauline Lumowa (kedua kiri) berbicara dengan kuasa hukumnya saat sidang perdana dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan.

TERDAKWA kasus dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia (BNI) 46 cabang Kebayoran Baru lewat letter of credit (L/C) fiktif, Maria Pauliene Lumowa, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta dengan agenda pembacaan dakwaan. Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Maria merugikan negara lebih dari Rp1,2 triliun.

JPU Sumidi menjelaskan pengajuan L/C fiktif tersebut dilakukan Maria sebagai pemilik atau pengendali PT Sagared Team dan Gramarindo Group yang membawahi tujuh perusahaan dengan sembilan orang lain, termasuk Adrian Herling Waworuntu. Mulanya pada awal 2002, Maria mengadakan hubungan bisnis dan meminta Adrian menjadi konsultan investasi di perusahaannya.

Pada Agustus 2002, Maria bersama saksi Ollah Abdullah Agam dan Manajer Pelayanan Nasabah Luar Negeri BNI 46 Kebayoran Baru, Edy Santoro, mengajukan permohonan kredit untuk salah satu anak kelompok usaha Sagared Team. Namun, permohonan tersebut ditolak.

Edy lantas meminta bantuan Maria untuk menutup kerugian BNI 46 cabang Kebayoran Baru sebesar US$9,8 juta akibat beberapa pencairan L/C yang tidak terbayar. Untuk menindaklanjutinya, Maria lantas membeli tujuh perusahaan milik Gramarindo Group. Jabatan direktur utama ketujuh perusahaan tersebut diisi oleh orang-orang kepercayaan Maria.

"Terdakwa selanjutnya meminta para direktur perusahaan-perusahaan tersebut untuk mengajukan pencairan L/C dengan melampirkan dokumen ekspor fiktif ke BNI 46 cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sehingga seolah-olah perusahaan tersebut mengadakan kegiatan ekspor," jelas Sumidi, Rabu (13/1).

Atas permintaan Maria, lanjut Sumidi, ketujuh perusahaan tersebut membuka rekening giro dan mengajukan pencarian dana dengan menyerahkan L/C dengan dokumen-dokumen berupa wesel ekspor fiktif. Dalam hal ini, pihak BNI 46 Kebayoran Baru tidak melakukan pengecekan kepada pihak bank yang mengeluarkan L/C, yakni Roos Bank Switzerland, Middle East Bank Kenya, Wall Street Banking Corp Ltd, dan Dubai Bank Kenya Ltd.

"Padahal bank-bank tersebut bukan merupakan koresponden dari Bank BNI 46," kata Sumidi.

Selain tujuh perusahaan yang sudah dikendalikannya, Maria juga mengajukan perusahaan-perushaan lain untuk mencairkan L/C dengan lampiran dokumen ekspor fiktif. JPU menyebut pencairan L/C dengan dokumen fiktif atas nama perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Maria belum dilakukan pembayaran dengan jumlah US$82,8 juta dan EUR54 juta. "Bila diekuivalenkan dalam rupiah sekurang-kurangnya setara dengan Rp1.214.468.422.331,43," tandas Sumidi.

JPU menilai Maria telah melakukan tindakan pidana yang termaktub dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Maria juga didakwa dengan Pasal 3 ayat 1 huruf a UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang subsider Pasal 6 ayat 1 huruf a dan b UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Atas dakwaan JPU tersebut, tim penasihat hukum Maria menyatakan akan mengajukan eksepsi dalam persidangan yang digelar satu pekan mendatang. (OL-14)

BERITA TERKAIT