PROSES menuju peradilan terhadap tersangka kasus dugaan pembobolan kas Bank Negara Indonesia cabang Kebayoran Baru Maria Pauline Lumowa seharusnya bisa dilakukan lebih cepat. Pasalnya, saat ditangkap, Maria berstatus buron. Demikian diungkapkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Yenti Garnasih kepada Media Indonesia,
kemarin.
“Kalau yang namanya buron sudah masuk, harusnya lebih cepat. Karena apa? Karena selama buron itu sebetulnya penyelidikan jalan. Harusnya kasus-kasus seperti begini lebih
cepat,” jelas Yenti.
Saat ini diketahui, tim Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan masih melakukan penyusunan surat dakwaan terhadap Maria. Penyusunan itu dimulai sejak penyidik Bareskrim Polri
menyerahkan tersangka dan barang bukti sejak 6 November lalu.
Diketahui, saat kasus yang menjerat Maria diselidiki Mabes Polri, Maria telah terbang terlebih dahulu ke Singapura pada September 2003. Maria lantas buron selama 17 tahun hingga
ditangkap di Serbia dengan mekanisme ekstradisi. Penjemputan Maria di Serbia dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 8 Juli 2020.
Selain Maria, kasus tersebut juga menyeret 15 orang lainnya sebagai tersangka, termasuk Adrian Herling Waworuntu dan mantan Kabareskrim Polri Komjen Sutiyno Landung.
Yenti menyebut proses penegakan hukum terhadap Maria mengecewakan. Pasalnya, saat Maria dibawa pulang ke Indonesia, ada optimisme yang besar terhadap aparat penegak
hukum di Indonesia karena bisa menangkap para buron.
“Kok sekarang mlempem. Itu memainkan perasaan kita. Waktu itu disenangkan karena bisa nangkap, hebohnya di depan. Kalau begini caranya, kepercayaan masyarakat
terhadap komitmen penegakan hukum akan berbahaya lagi, bisa runtuh lagi,” tandasnya.
Senada, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut lambannya proses peradilan terhadap tersangka korupsi seperti Maria sebagai
bentuk ketidakadilan.
Ketidakadilan itu sekaligus dialami Maria yang memiliki hak diadili secepatnya untuk pembelaannya. Fickar mengakui berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana telah
menyebutkan proses penahanan di tingkat penyidikan atau penyusunan dakwaan dapat dilakukan selama 110 hari. Ini belum termasuk penahanan di tingkat penyidikan, yakni
120 hari.
“Cukup lama memang dan itu menimbulkan ketidakadilan sendiri,” tandasnya. (Tri/P-2)