09 December 2020, 13:10 WIB

KPK Pertanyakan Istilah Kedermawanan Fahmi Darmawansyah


Dhika kusuma winata | Politik dan Hukum

MI/Bayu Anggoro   
 MI/Bayu Anggoro  
Lapas Sukamiskin Bandung, Jawa Barat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritisi istilah kedermawanan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) terdakwa Fahmi Darmawansyah. KPK menilai terminologi tersebut tidak tepat lantaran mengaburkan makna kedermawanan.

"Penggunaan terminologi kedermawanan dalam putusan tersebut mengaburkan esensi makna dari sifat kedermawanan itu sendiri," ungkap Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (9/12).

KPK menilai pemberian kepada penyelenggara negara lantaran berkaitan kewenangannya merupakan perbuatan tercela, bukan kedermawanan. Apalagi, pemberi memiliki kepentingan tertentu di balik pemberian tersebut. Hal itu, ucap Ali Fikri, termasuk dalam kategori suap atau paling tidak gratifikasi.

"Pemberian sesuatu kepada penyelenggara negara ataupun pegawai negeri karena kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki si penerima sedangkan si pemberi ada kepentingan dibaliknya tentu itu perbuatan tercela. Dalam konteks penegakan hukum itu dapat masuk kategori suap atau setidaknya bagian dari gratifikasi yang tentu ada ancaman pidananya," ungkapnya.

Baca juga : MA Lepas Pemberi Mobil dan LV ke Kepala LP, Pakar: Patut Dihormati

Sebelumnya, MA mengabulkan PK Fahmi Darmawansyah dalam perkara suap kepada Kepala Lapas Sukamiskin Bandung Wahid Husen. Dalam putusannya, MA menyatakan pemberian dari Fahmi kepada Wahid Husen, di antaranya mobil Mitsubishi seharga Rp427 juta, tak terkait dengan fasilitas khusus di lapas yang dinikmati Fahmi.

Putusan majelis PK menilai pemberian-pemberian didasari sifat kedermawanan Fahmi. Fasilitas khusus di bui yang diperoleh Fahmi dinilai sudah sudah ada sejak Kepala Lapas sebelumnya yakni Dedi Handoko dan Wahid Husen membiarkan hal tersebut terus berlangsung.

Putusan PK itu lantas mengurangi hukuman Fahmi dari sebelumnya 3 tahun 6 bulan menjadi 1 tahun 6 bulan penjara. KPK meyayangkan putusan tersebut meski tetap menghormati keputusan hakim.

"Sekalipun putusan hakim haruslah tetap kita hormati. Namun di tengah publik saat ini sedang bersemangat dalam upaya pembebasan negeri ini dari korupsi," ucap Ali Fikri.(P-5)

BERITA TERKAIT