REVISI UU dinilai tidak menurunkan taji KPK dalam memberantas korupsi. Hal itu dibuktikan dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo pada Rabu (25/11).
Edhy diketahui menjadi menteri pertama di era kepresidenan Joko Widodo yang terjaring OTT oleh KPK. “Jadi memang dengan aturan yang baru. Ada mekanisme terutama di Dewan Pengawas. Orang kan waktu itu mengkhawatirkan nanti Dewan Pengawas akan menghambat-hambat, terutama poses penyadapan, penggeledahan, dan lain-lain yang menjadi tupoksinya Dewan Pengawas. Tapi kan ternyata tidak,” ujar anggota DPR RI Fraksi PKS M Nasir Djamil dalam diskusi daring yang dihelat Medcom.id, kemarin.
Nasir mengatakan tidak meragukan jajaran komisioner KPK yang saat ini dinakhodai oleh Firli Bahuri. Menurutnya, penangkapan Edhy dapat dilihat dari sisi lain, yakni adanya pengawasan yang kurang di kabinet Jokowi.
“Jadi ini juga evaluasi bagi Presiden Jokowi untuk melihat apakah sistem pengawasan dan pengendalian para menterinya berjalan dengan baik apa tidak. Jadi kan kita punya sekretaris kabinet. Tentu seharusnya dia bisa memastikan seluruh pembantu presiden itu clear and clear. Ketika peristiwa ini terjadi, mau tidak mau, ibaratnya, wajah Jokowi kecipratan juga,” sambungnya.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengakui sebenarnya kiblat KPK tidak hanya soal penindakan. “Banyak hal-hal yang harus dibenahi lagi di tengah-tengah kesibukan kita melakukan tugas KPK lainnya, seperti tugas pencegahan. Tugas penindakan masih jalan saja,” kata Nawawi.
Meminjam istilah Firli, Nawawi mengatakan kerja KPK saat ini tidak seperti mercon di malam tahun baru. Kiasan itu menunjukkan pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tidak hanya berorientasi pada OTT.
Belum optimistis
Jika Nasir dan Nawawi optimistis, Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril menilai masyarakat belum boleh terlalu optimistis dengan kinerja KPK saat ini,
Menurut Oce, walaupun mulai menjawab berbagai kritik publik, saat ini masih banyak kasus korupsi strategis yang belum diselesaikan. “Kita belum tahu apakah KPK bisa konsisten dalam penindakan korupsi melalui OTT sebab ada banyak kasus yang belum diselesaikan dalam setahun belakangan ini,” katanya dalam diskusi bertajuk Evaluasi dan Prospek Hukum Demokrasi: Mungkinkah KPK Bangkit Kembali?, yang dilakukan secara daring, kemarin.
Ia menyebutkan saat ini belum banyak kinerja positif lembaga tersebut yang dapat ditunjukkan ke publik pascaberlakunya UU KPK yang baru. Pasalnya, Dewan Pengawas KPK yang selama ini dijadikan momok ternyata tidak melarang penyadapan untuk menindak pelaku korupsi.
“Dewan Pengawas sudah memberikan izin penyadapan, tetapi hasilnya belum banyak kelihatan.”
Peneliti senior LP3ES Malik Ruslan mengakui hal yang menghambat kinerja KPK setelah pemberlakuan UU yang baru, yaitu struktur lembaga tersebut yang masuk ranah eksekutif. “Karena lembaga ini bagian dari eksekutif, para sulit untuk bergerak bebas,” ujarnya.
Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto menambahkan, secara aturan, kinerja KPK tidak mungkin untuk dikuatkan dalam memberantas korupsi. Apalagi, komitmen sebagian pimpinan KPK juga terlihat meragukan. (Che/P-1)