13 October 2020, 05:09 WIB

124 Calon Berafiliasi dengan Dinasti Politik


Indriyani Astuti | Politik dan Hukum

ANTARA/AHMAD SUBAIDI
 ANTARA/AHMAD SUBAIDI
Ilustrasi -- Pengendara motor melintas di depan baliho kampanye peserta pilkada serentak Kota Mataram, NTB, kemarin.

KPU telah menetapkan ratusan pasangan calon kepala daerah yang akan berkompetisi dalam Pilkada 2020. Riset Nagara Institute menemukan masalah klasik, yakni pragmatisme partai politik dalam merekrut calon pemimpin lokal sehingga berpotensi menumbuhkan dinasti politik di tingkat lokal.

Temuan Nagara Institute menunjukkan terdapat 124 kandidat yang terafiliasi dengan dinasti politik dan maju sebagai calon kepala daerah yang terdiri dari 57 calon bupati dan 30 calon wakil bupati, 20 calon wali kota dan 8 calon wakil wali kota, serta 5 calon gubernur dan 4 calon wakil gubernur.

Dari jumlah tersebut, jika diklasifi kasikan berdasarkan gender, terdapat 67 laki-laki dan 57 perempuan. Dari 57 perempuan tersebut, terdapat 29 kandidat perempuan yang merupakan istri kepala daerah petahana.

“Seratus dua puluh empat kandidat dinasti politik tersebar merata di 270 daerah pemilihan,” ujar Direktur Nagara Institute Akbar Faizal.

Ia menyebut Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah dengan jumlah kandidat dinasti terbanyak, yakni 12 orang. Di urutan berikutnya Sulawesi Utara dengan 11 orang yang tersebar di 1 provinsi pemilihan, 4 kabupaten pemilihan, dan 3 kota pemilihan. Sementara itu, daerah rawan dinasti terbesar ketiga dan keempat ada di Pulau Jawa, yakni Jawa Tengah sebanyak 10 orang kandidat dinasti yang tersebar di 7 kabupaten pemilihan dan 2 kota pemilihan dan Jawa Timur, yakni sebanyak 9 orang yang tersebar di 7 kabupaten pemilihan dan 2 kota pemilihan.

Selain itu, temuan Nagara Institute ialah kenaikan jumlah dinasti politik. Hal itu, menurut Akbar, disebabkan salah satunya oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 33/PUU-XIII/2015.

Sebelum putusan tersebut, jumlah dinasti politik pada rentang waktu 2005- 2014 hanya 59 orang kandidat dinasti. Namun, dalam pilkada serentak pada 2015, 2017, dan 2018 terjadi kenaikan drastis sebanyak 86 orang kandidat berafiliasi dengan dinasti politik. “Pada pilkada serentak Desember 2020 mendatang, jumlah kandidat calon pemimpin daerah terpapar dinasti membengkak menjadi 124 orang kandidat,” terang Akbar.

Bekerja sama

Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Zudan Arif Fakhrulloh menyampaikan dinas dukcapil telah bekerja sama dengan perangkat desa dalam melakukan layanan administrasi kependudukan hingga ke level terbawah. Keberadaan petugas pencatatan desa, ujarnya, dibutuhkan sebab saat ini petugas dukcapil hanya ada di tingkat kecamatan atau unit pelaksana teknis daerah (UPTD).

“Karena jumlah kecamatan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan desa. Kecamatan ada 7.000 lebih, sedangkan desa kita 74 ribu lebih maka dinas dukcapil di daerah banyak yang sudah mengangkat petugas registrasi desa. Mereka diberi surat keputusan untuk membantu pencatatan kelahiran, kematian, dan pindah-datang penduduk,” terang Zudan dalam acara Ngobrol Inspirasi, Edukasi (Ngopi) di Jakarta, kemarin.

Zudan menyampaikan dalam mengangkat perangkat desa, pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan anggaran dari APBD atau APB desa yang dikhususkan untuk layanan kepengurusan administrasi kependudukan. “Kami mendorong ucapan terima kasih dihindarkan untuk membangun penyelenggaraan pemerintah bersih,” tegasnya.

Zudan mengungkapkan sistem administrasi kependudukan dengan tata kelola yang komprehensif baru dibangun pada 2006. Oleh karena itu, masih banyak yang perlu dibenahi. Salah satu kebijakan yang terus digalakkan ialah satu penduduk wajib mempunyai satu nomor induk kependudukan sejak ia lahir. Oleh karena itu, dinas dukcapil mewajibkan agar bayi baru lahir dibuatkan akta kelahiran dan mendapat NIK. (P-1)

BERITA TERKAIT