KOMISI II DPR RI berencana membentuk lembaga peradilan khusus pemilu. Rencana itu akan diusulkan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam menanggapi hal tersebut, peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menilai pembentukan peradilan khusus pemilu merupakan langkah tepat.
Menurutnya, peradilan khusus pemilu dapat memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan peradilan pemilu. "Saya setuju itu perlu segera dibuat dan dipersiapkan sehingga nanti bisa berjalan dengan efektif," kata Hadar di Jakarta, kemarin.
Ia menjelaskan hingga saat ini penyelesaian sengketa pemilu dilakukan berbagai pihak, dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk pelanggaran administrasi dan politik uang hingga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk pelanggaran etik. Banyaknya lembaga yang berwenang membuat proses peradilan berjalan lama. Kondisi itu diperburuk karena putusan setiap lembaga berbeda sehingga kepastian hukum menjadi tidak jelas.
Dia menjelaskan kepastian hukum dan proses peradilan pemilu harus dilakukan dengan cepat. Jangan sampai sengketa pada tahap penyelenggaraan masih ada, sedangkan rangkaian pemilu sudah selesai. "Pemilu secara formal sudah selesai, tapi kasusnya menggantung. Atau sudah selesai, tapi kemudian didongkel lagi dengan proses jalur lain atau peran pengadilan lain, dan itu akan membuat kepastian dan keadilan sulit untuk diciptakan," jelasnya.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow, berpandangan lain. Dia menyatakan tidak perlu membentuk lembaga peradilan khusus pemilu karena keberadaan Bawaslu sudah cukup untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan dan proses pemilu.
"Kalau sekarang ide itu muncul kembali, menurut saya konteksnya sudah agak berbeda," katanya. Menurut dia, pemerintah dan DPR lebih baik memperkuat kewenangan Bawaslu ketimbang membentuk lembaga peradilan pemilu. Penguatan Bawaslu penting supaya fungsi penindakan dan pengawasan pemilu berjalan maksimal. "Tinggal disinkronisasi supaya tidak saling meniadakan dengan kewenangan pengawasan," tukas Jeirry. (Uta/P-3)