KETUA KPU RI Arief Budiman setuju dengan pembentukan lembaga peradilan khusus pemilu agar pelaksanaan peradilan pemilu jelas.
Dengan adanya lembaga peradilan khusus pemilu, diharapkan ada kejelasan pembagian tugas terkait penanganan peradilan pemilu.
"Ya harus sesuai dengan undang-undang, tetapi bahwa harus ada peradilan pemilu, saya setuju. Supaya nanti enggak centang perenang gitu loh, lembaga ini nangani juga, itu menurut saya akan merisaukan," kata Arief.
Arief juga menanggapi keputusan yang berbeda dalam gugatan yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO) terkait pencalonannya sebagai anggota DPD pada Pemilu 2019.
KPU menyatakan menolak OSO sebagai caleg DPD karena tidak mengundurkan diri dari jabatan dalam parpol sehingga tidak memenuhi syarat. Sebaliknya, Bawaslu dalam putusannya menyebut OSO dapat maju sebagai caleg dengan memberikan syarat pengunduran diri setelah terpilih. PTUN menyatakan OSO memenuhi syarat sebagai caleg.
"Ya makanya (putusan kasus OSO berbeda)," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Abhan juga mendorong pembentukan lembaga peradilan khusus yang mengadili perkara pemilu sebab ada putusan yang berbeda dari berbagai lembaga dalam perkara pemilu.
"Sudah ada amanat untuk dibentuknya peradilan pemilu. Untuk menjadi electoral justice system-nya itu harus satu aja biar enggak ada cabang-cabang. Ini ada Bawaslu, ada di MA, PTUN, ada MK," ujar Abhan di Gedung MK, Jakarta (9/8).
Abhan melanjutkan, aturan terkait peradilan pemilu ada dalam Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Dia mengatakan saat ini tinggal sikap pemerintah merespons atas aturan tersebut.
"Amanat UU 10 Tahun 2016 untuk bentuk peradilan pemilu itu harus dipikirkan karena eksplisitnya begitu. Tinggal sekarang ialah pemerintah harus segara me-respons, harus segera dipikirkan adanya peradilan pemilu itu," lanjutnya.
Menjamin
Terkait dengan Pilkada 2020, KPU menjamin tingkat penghitungan data rekapitulasi penerapan e-rekap mencapai 100%. Hal itu diungkapkan komsioner KPU Viryan Aziz saat menanggapi kritik Bawaslu mengenai data rekapitulasi yang ditampilkan laman Situng KPU kurang dari 100%.
"Situng dan e-rekap beda dong. Situng sejak Pemilu 2004, 2009, 2014, 2019 memang tidak pernah 100% karena tidak digunakan sebagai hasil resmi," tutur Viryan.
Viryan melanjutkan, berbeda dengan Situng, e-rekap yang disiapkan oleh KPU akan dijadikan sebagai acuan hasil resmi pelaksanaan pemilu. Untuk itu, KPU menjamin semua data akan terekapitulasi secara elektronik jika memang nantinya e-rekap jadi digunakan.
"Saat dijadikan hasil resmi maka dia wajib 100%. Semua suara harus dihitung," ungkapnya.
Sebelumnya, Bawaslu pesimistis KPU mampu melaksanakan e-rekap dengan baik. Rasa pesimistis Bawaslu didasari pada penerapan Situng yang belum maksimal oleh KPU.
"Pertanyaan sekarang ialah kok tidak sampai 100% sudah berbulan-bulan? Tidak sampai 100%? Bagaimana itu, katanya 100%," ungkap komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja.(P-1)