MAHKAMAH Agung (MA) memutuskan untuk menolak permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno terkait dengan pelanggaran Pemilu 2019 secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ini merupakan penolakan permohonan kedua kalinya.
'Menyatakan permohonan pemohon tidak diterima dan membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara sebasar Rp1.000.000,' sebut majelis hakim MA yang dipimpin Supandi, seperti dilansir juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, dalam keterangan tertulis yang didapat Media Indonesia, di Jakarta, kemarin.
Adapun alasan dan pertimbangan majelis hakim, objek permohonan kedua Prabowo-Sandi melalui sengketa pelanggaran administrasi pemilihan umum (PAP) ini tidak tepat. Objek PAP berupa pembatalan penetapan pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 463 ayat (4) dan (5) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 1 angka 13 Perma Nomor 4 Tahun 2017.
"Akan tetapi, in casu keputusan dimaksud tidak pernah ada. Sementara itu, terhadap objek permohonan I telah diputus oleh MA melalui putusan Nomor 1 P/PAP/2019 tanggal 26 Juni 2019 yang menyatakan permohonan pemohon ini tidak diterima sehingga terhadap objek permohonan ini tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan," jelas Andi.
Andi menambahkan, dengan begitu MA tidak berwenang mengadili objek sengketa a quo. "Oleh karena itu, permohonan pemohon harus dinyatakan tidak diterima."
MA meregister laporan Prabowo-Sandi dengan Nomor 2P/PAP/2019 pada 3 Juli 2019. Pengajuan perkara kasasi kedua kalinya ini dilakukan seminggu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Prabowo dan Sandiaga tentang kecurangan dan pelanggaran TSM dalam Pilpres 2019.
Gugatan Prabowo-Sandiaga mulanya ditolak MA pada 26 Juni 2019 karena yang mengajukan gugatan bukanlah Prabowo Subianto, melainkan Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, sehingga tidak memiliki legal standing.
Penolakan MA menguatkan putusan Bawaslu yang menolak laporan dugaan tindak pidana TSM yang diadukan tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 Prabowo-Sandiaga pada 20 Mei lalu. Salah satu alasan penolakan ialah lemahnya alat bukti yang hanya berupa print out media. (Ins/P-2)