Antara Tasdi dan Bu Risma



Jaka Budi Santosa Dewan Redaksi Media Group - 17 March 2023, 05:00 WIB
img
MI/Ebet

NAMANYA singkat, hanya lima huruf; Tasdi. Namun, kiprah sosok yang satu ini di dunia politik punya cerita panjang. Dia kerap menjadi sorotan, sering bikin berita.

Tasdi adalah Bupati Purbalingga, Jawa Tengah, periode 2016-2021. Dia politikus yang merintis karier benar-benar dari bawah. Dia mengaspal di jalanan politik setelah sekian lama menjadi sopir truk. Sebelum menjadi orang nomor satu di Purbalingga, dia adalah anggota DPRD, ketua DPRD, dan wakil bupati di Kota Perwira itu.

Bagi sebagian masyarakat Purbalingga, Tasdi adalah idola, sempat jadi panutan. Bagi PDIP, dia termasuk contoh bagaimana seharusnya kader berjuang dari nol. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bahkan sampai menitikkan air mata ketika menceritakan saga Tasdi di depan ribuan kadernya pada HUT ke-50 PDIP, Januari 2023 lalu. "Ada sopir truk, dia bisa jadi bupati karena dicintai rakyat, namanya Tasdi. Itu bonding-nya," katanya dengan suara bergetar.

Sayangnya, kabar soal Tasdi tak selamanya baik. Dia menjadi berita buruk saat terjaring OTT oleh KPK dalam kasus suap proyek Purbalingga Islamic Center pada 5 Juni 2018. Dalam perkara itu, Tasdi yang kemudian dipecat PDIP divonis 7 tahun penjara. Akan tetapi, pada awal September 2022, dia sudah bisa menghirup udara bebas berkat pembebasan bersyarat. Ini juga warta buruk bagi bangsa dalam perang melawan korupsi.

Berita negatif menyangkut Tasdi lagi-lagi datang. Terkini, dia mengaku menjadi staf khusus Menteri Sosial Tri Rismaharini per 6 Maret 2023. "Jadi sekarang saya lebih banyak di Jakarta, untuk membantu Mensos, terkadang keliling Indonesia," ujar Tasdi kepada media, Kamis (9/3).

Terbaru, dia mengaku ditugaskan ke Aceh dan Kepulauan Natuna untuk menangani masalah sosial masyarakat. "Ke Aceh dan Kepulauan Natuna terkait penanganan masalah sosial dan juga pemberdayaan masyarakat.''

Ketika membaca berita itu di kanal berita online daerah, Jumat (10/3), publik, setidaknya saya, bingung, kesal. Bagaimana bisa bekas koruptor diberi posisi bergengsi di kementerian? Staf khusus menteri bukan jabatan sembarangan sehingga pantang diberikan kepada sembarang orang.

Konyol, sungguh konyol, posisi staf khusus Menteri Sosial yang mengurusi masalah-masalah sosial dipercayakan kepada orang yang pernah berpenyakit sosial nan mematikan bernama korupsi. Parah, sungguh parah, posisi itu diberikan kepada orang yang pernah melakukan kemaksiatan utama penyelenggara negara, yakni korupsi. Emang tak ada orang lain?

Jangan bicara hukum atau undang-undang karena memang tidak ada ketentuan yang menghalanginya. Tapi bicaralah etika dan moral karena tidak ada satu pun pijakan etik yang bisa menjadi pembenaran mantan koruptor diikutkan mengelola negara.

Hal itu pula yang dipersoalkan khalayak ketika eks terpidana kasus korupsi proyek PLTU di Tarahan, Lampung, Emir Moeis ditunjuk jadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda yang notabene perusahaan milik negara, milik rakyat, pada 18 Februari 2021. Juga, ketika mantan koruptor kembali mengurusi parpol. Termasuk tatkala eks Ketua Umum PPP yang bekas terpidana kasus jual beli jabatan di Kemenag, M Romahurmuziy, didapuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP.

Tapi tunggu dulu. Benarkah Tasdi memang diangkat menjadi staf khusus Mensos? Ternyata Bu Risma membantahnya. Dia justru mempertanyakan pihak yang menyebarkan informasi itu. Dia menegaskan stafsusnya hanya berjumlah lima orang dan semuanya sudah menemani Risma sejak dilantik Presiden Jokowi pada Desember 2020. "Staf khususku mulai dari awal jadi menteri sudah lima. Maksimal itu lima, tidak boleh lebih," tegasnya, Selasa (14/3).

Bu Risma membantah dirinya mengangkat Tasdi sebagai stafsusnya, tapi Tasdi berkebalikan. Antara pemberitaan perihal pengakuan Tasdi dan bantahan Bu Risma itu berselang lima hari.

Mensos hanya satu. Bu Risma juga cuma satu. Jika begitu, Mensos yang mana lagi yang disebut Tasdi telah mengangkatnya sebagai stafsus?

Mungkinkah Tasdi ndleming, nglindur, ketika menyebut dirinya kini membantu Mensos? Sedang berhalusinasikah dia ketika mengatakan terkadang berkeliling Indonesia atau ditugaskan ke Aceh dan Natuna? Atau jangan-jangan dia menjadi stafsus mensos di negeri wakanda?

Jika dua orang beda pengakuan, mustahil dua-duanya benar. Salah satu pasti salah, pasti bohong. Saya tidak tahu siapa yang bohong, Bu Risma atau Tasdi. Mungkin para pembaca tahu? Kiranya ini penting karena menyangkut di posisi mana seorang pejabat dalam menyikapi korupsi.

BERITA TERKAIT