Takhta Pak Kades



Ade Alawi Dewan Redaksi Media Group - 31 January 2023, 05:00 WIB
img
MI/Ebet

"MASA jabatan enam tahun bukan waktu yang cukup untuk membangun desa. Belum habis masa jabatan sudah ada pencalonan lagi. Konsentrasi kami terganggu. Idealnya masa jabatan sembilan tahun sehingga kami bisa membangun desa dengan baik," kata seorang kepala desa yang berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1).

Dia adalah salah satu dari ribuan kepala desa yang berunjuk rasa ke Senayan. Mereka menuntut agar Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi sehingga masa jabatan kepala desa yang semula enam tahun bisa menjadi sembilan tahun.Tuntutan senada muncul lagi dalam demonstrasi yang digelar Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI).

Dalam ketentuan itu (Pasal 2) disebutkan perpanjangan masa jabatan tiga kali, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Namun, jika masa jabatan menjadi sembilan tahun, perpanjangan masa jabatan hanya dua kali. Alhasil, total masa jabatan kepala desa tetap 18 tahun.

Jabatan kepala desa di kampung adalah takhta yang prestisius. Untuk menjadi kepala desa, selain faktor ketokohan, faktor fulus pun ikut menentukan seseorang terpilih atau tidak. Jika dibandingkan antara ketokohan dan fulus, faktor ketokohan sering terkesampingkan.

Calon dengan elektabilitas tinggi tanpa dibarengi faktor isi tas bisa terjungkal juga dalam pemilihan. Sebagian besar masyarakat desa masih mudah ditaklukkan dengan guyuran rupiah. Namun, tidak semua masyarakat desa seperti itu. Ada pula kepala desa yang terpilih karena benar-benar mumpuni, yakni muda, inovatif, aspiratif, dan visioner.

Untuk menjadi calon kepala desa tidaklah sulit. Berdasarkan Pasal 33 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, syaratnya antara lain berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar.

Minat untuk menjadi calon kepala desa tidak pernah padam. Hiruk pikuk di desa menjelang kontestasi calon kepala desa sungguh terasa. Baliho semarak di mana-mana. Terlebih saat perhelatan berlangsung. Bahkan, tidak jarang terjadi tawuran antarpendukung.

Selain gengsi yang disandang, jabatan kepala desa pun menerima gaji sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Pasal 81 PP tersebut, penghasilan tetap kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa dianggarkan lewat APBDesa yang bersumber dari alokasi dana desa (ADD). Besaran penghasilan tetap kepala desa paling sedikit Rp2.426.640, setara 120% dari gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) golongan ruang II/a (Pasal 8 ayat (2) PP No 11 Tahun 2019).

Tak hanya itu, menurut Pasal 100 PP No 11/2019, kepala desa juga menerima penghasilan lain selain gaji tetap dari pemerintah. Pendapatan tersebut berasal dari pengelolaan tanah desa.

Gayung pun bersambut terkait dengan tuntutan para kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan hingga sembilan tahun. Sejumlah partai politik di Senayan mendukung tuntutan para kepala desa tersebut.

Sambutan sejumlah partai terhadap para kepala desa itu boleh jadi merupakan simbiosis mutualisme. Para kepala desa memanfaatkan momentum Pemilu 2024, sementara partai politik juga ingin menarik simpati sebesar-besarnya untuk menggaet suara dari kepala desa yang notabene memiliki pengaruh di desa.

Namun, seyogianya sebuah regulasi, apalagi setingkat undang-undang, jangan terlalu cepat berubah. Kiranya perlu diapresiasi sikap Presiden Joko Widodo terhadap tuntutan tersebut. Presiden mengatakan masa jabatan kades sudah dibatasi hanya enam tahun dan bisa dijabat selama tiga periode. Ketentuan soal itu, kata Jokowi, telah diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. "Yang jelas undang-undang sangat jelas membatasi enam tahun dan selama tiga periode, prosesnya silakan di DPR," ucap Jokowi saat meninjau sodetan Sungai Ciliwung di Jakarta, Selasa (24/1).

Lama atau singkat sebuah jabatan adalah relatif. Singkat bisa bermakna apabila waktu yang ditetapkan digunakan sebaik-baiknya untuk merealisasikan program kerja. Lama jabatan bisa tidak bermakna apabila disia-siakan, program tidak jelas, intrik politik, korupsi, dan abuse of power lainnya.

Potensi penyalahgunaan kekuasaan kepala desa sangat besar jika kita melihat jumlah dana desa yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Dana desa pada 2022 sebesar Rp68 triliun atau naik 8,3% ketimbang periode yang sama di 2021. Adapun besaran dana desa sekitar Rp900 juta per desa. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan kasus korupsi dana desa cukup mendominasi. ICW menyebut pada 2021, aparat penegak hukum menangani 154 kasus terkait bancakan anggaran desa. Pada 2022, jumlahnya bahkan meningkat menjadi 183 kasus.

Ada sejumlah model kepala desa dalam konteks kepemimpinan, yaitu pemimpin yang biasa-biasa saja memberi tahu, pemimpin yang baik menjelaskan, pemimpin yang unggul mendemonstrasikan, dan pemimpin yang hebat menginspirasi. Tabik!

BERITA TERKAIT