HAKIM Konstitusi Aswanto saat ini masih berusia 58 tahun. Ia lahir di Palopo pada 17 Juli 1964. Ia menjabat hakim konstitusi periode pertama pada 21 Maret 2014 hingga 21 Maret 2019.
Jika menggunakan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Aswanto yang menjabat hakim konstitusi periode kedua sejak 21 Maret 2019 akan berakhir pada 21 Maret 2029.
Pasal 22 UU 24/2003 menyatakan masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Akan tetapi, Pasal 22 itu sudah dihapus dalam UU 7/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Pasal 23 UU 7/2020 menyatakan hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat dengan alasan meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua MK, telah berusia 70 tahun, dan sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama tiga bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 itu, mestinya Aswanto pensiun pada 2034 pada saat ia menginjak usia 70 tahun. Ia masih bisa menjabat sebagai hakim konstitusi selama 12 tahun ke depan.
Tidak ada hujan tidak ada angin, rapat paripurna DPR pada 29 September 2022 mencopot Aswanto sebagai hakim agung, ia digantikan Guntur Hamzah. Rapat paripurna dipimpin Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.
“Sekarang perkenankan kami menanyakan kepada sidang yang terhormat apakah persetujuan untuk tidak akan memperpanjang masa jabatan hakim konstitusi yang berasal dari usulan lembaga DPR atas nama Prof Dr Aswanto, SH, Msi, dan menunjuk saudara Prof Dr M Guntur Hamzah, SH, MH, sebagai hakim konstitusi yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dapat disetujui?” tanya Dasco. Dijawab, “setuju!” oleh para anggota dewan.
Persetujuan rapat paripurna itu berdasarkan keputusan rapat internal Komisi III yang tidak memperpanjang masa jabatan Aswanto yang diinisiasi DPR untuk menjadi anggota hakim konstitusi.
Sesuai konstitusi, sembilan hakim konstitusi diusulkan DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung masing-masing tiga orang. Dua hakim konstitusi lainnya yang diusulkan DPR ialah Arief Hidayat dan Wahiduddin Adams. Keduanya masih dalam posisi aman.
Pencopotan Aswanto dari jabatan hakim konstitusi preseden baru. Seakan-akan DPR menggunakan mekanisme recall yang selama ini dikenal sebagai suatu proses penarikan kembali atau pergantian antarwaktu anggota DPR oleh induk organisasinya. DPR menempatkan dirinya sebagai induk organisasi Aswanto.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengungkapkan alasan pencopotan Aswanto. Ia menjelaskan Aswanto merupakan hakim konstitusi usulan DPR. Namun, menurut dia, Aswanto menganulir undang-undang produk DPR di Mahkamah Konstitusi.
“Kalau kamu usulkan seseorang untuk jadi direksi di perusahaanmu, kamu sebagai owner, itu mewakili owner kemudian kebijakanmu enggak sesuai direksi, owner ya gimana, begitu toh. Kan kita dibikin susah,” kata Bambang pada Jumat (30/9).
Alasan yang disodorkan Komisi III DPR bertentangan dengan putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2011. Disebutkan bahwa dalam memeriksa dan mengadili sengketa, hakim konstitusi harus merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan.
“Kemandirian itu haruslah diartikan bahwa dalam mengambil keputusan hakim Mahkamah bersifat independen dan imparsial serta bebas dari segala pengaruh lembaga negara termasuk lembaga negara yang mengajukannya,” demikian putusan MK.
Intervensi lembaga pengusul hakim konstitusi kian kuat dalam draf perubahaan keempat UU MK yang kini bergulir di DPR. Materi baru dalam draf ialah mengenai evaluasi hakim konstitusi, yakni bahwa MA, DPR, dan Presiden dapat melakukan evaluasi terhadap hakim konstitusi.
Dalam draf itu disebutkan hakim konstitusi yang sedang menjabat dievaluasi setiap 5 tahun sejak tanggal pengangkatannya oleh setiap lembaga pengusul. Evaluasi juga dapat dilakukan sewaktu-waktu berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat kepada lembaga pengusul.
Hasil evaluasi terhadap hakim konstitusi diserahkan kepada MK. Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi diatur oleh peraturan setiap lembaga pengusul.
Evaluasi terhadap hakim konstitusi mesti ditolak. Elok nian bila dalam revisi UU MK memuat proses rekrutmen calon hakim konstitusi dan ketentuan rekrutmen calon hakim konstitusi dari DPR, Presiden, dan MA. Hanya itu cara terhormat untuk memberikan ruang keterlibatan publik dan terjadi sistem pengawasan yang berimbang.
Aswanto kini menjadi korban dari mekanisme rekrutmen yang sesuka hati lembaga pengusul. Dia di-recall tanpa alasan yang masuk akal, hanya akal-akalan lembaga pengusulnya.