AKHIR-AKHIR ini pendidik sering mengeluhkan siswa yang lebih suka bermain-main, bercanda, dan kurang serius dalam belajar. Mereka tampak kurang mendalam ketika dimintai pendapat. Lebih suka narasi pendek dan enggan repot-repot membaca teks panjang. Budaya instan nampaknya sudah sedemikian meresap.
Siswa terbiasa dengan kedekatan dan kenyamanan teknologi dan mengharapkan segala sesuatu tersedia dengan cepat dan mudah. Masalahnya, ketika mereka harus menghadapi kesulitan hidup nyata yang membutuhkan kesabaran dan proses panjang untuk menyelesaikannya, apakah siap?
Perkembangan teknologi telah melahirkan generasi pelajar yang terbiasa menerima informasi dengan cepat dan mudah. Hal itu mengurangi kemampuan mereka untuk fokus dan berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lebih lama. Akibat lain yang mulai dirasakan ialah berkurangnya kemampuan berpikir kritis. Dengan banyaknya informasi yang tersedia, siswa menjadi terlalu bergantung pada solusi yang cepat dan mudah jika dibandingkan dengan mengembangkan pemikiran kritis untuk menganalisis dan mengevaluasi sesuatu.
Tantangan budaya Tiktok
Tiktok ialah platform media sosial (medsos) yang memungkinkan pengguna membuat dan berbagi video pendek ke khalayak luas. Platform itu menjadi fenomena global dan memengaruhi budaya populer dalam banyak hal. Video pendek yang biasanya hanya berdurasi 15-60 detik telah menjadi tren baru yang mendorong pengguna untuk membuat konten pendek, menarik, dan sering kali lucu. Kini, budaya Tiktok sudah menjadi bagian yang populer dan berpengaruh dalam masyarakat modern.
Selain berbagai kelebihan yang ditawarkan, Tiktok ternyata juga menyertakan permasalahan yang tidak sederhana. Cyber bullying misalnya. Seperti halnya platform medsos lainya, Tiktok dapat menjadi bagian dari perundungan. Pengguna dapat meninggalkan komentar yang menyakitkan atau terlibat dalam pelecehan dan bentuk-bentuk penyalahgunaan online lainnya, yang dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis yang mengalaminya.
Berbagai kemudahan yang disajikan Tiktok dan medsos lain ternyata juga berdampak pada penurunan kreativitas siswa. Budaya instan telah mencegah siswa meluangkan waktu untuk berpikir secara mendalam dan kreatif tentang masalah dan solusi. Sebaliknya, mereka justru lebih tertarik pada ide pertama yang muncul daripada mengeksplorasi semua pilihan yang tersedia. Jika keadaan itu dibiarkan terus berlanjut, pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas masyarakat.
Penyalahgunaan aplikasi bagi generasi muda kini menjadi tantangan tersendiri. Karena Tiktok sangat populer di kalangan anak muda, ada kekhawatiran tentang eksploitasi anak-anak dan remaja di platform tersebut. Beberapa pengguna melaporkan diminta melakukan tindakan seksual atau membagikan konten vulgar oleh pengguna yang lebih tua atau predator yang menyamar sebagai anak-anak. Paparan yang intens seperti itu dapat dengan mudah berdampak pada kelompok rentan dan menyebabkan kehilangan kendali diri.
Body shaming juga sering terjadi. Tiktok terkenal dengan tantangan menari dan video sinkronisasi bibir, yang sering kali menampilkan anak muda dengan pakaian terbuka. Hal itu menimbulkan kekhawatiran tentang tekanan untuk memenuhi standar kecantikan tertentu, terutama di kalangan remaja perempuan.
Body shaming ialah masalah serius yang sering dialami orang-orang dari semua jenis kelamin, usia, dan latar belakang. Rasa malu pada tubuh dapat menyebabkan rendahnya harga diri, citra tubuh yang buruk, gangguan makan, dan bahkan menimbulkan perasaan malu, cemas, dan depresi.
Sering kali juga terjadi informasi yang salah di medsos. Tiktok dikritik karena perannya dalam menyebarkan misinformasi dan teori konspirasi, terutama di masa pandemi covid-19. Beberapa pengguna membagikan informasi palsu tentang virus dan penyebarannya, yang dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat. Karena sebagian besar pengguna Tiktok masih berusia muda dan memiliki pengetahuan dan pengalaman terbatas, dapat dipahami seperti apa dampak dari paparan informasi salah yang viral itu.
Menyikapi budaya instan
Budaya instan mengacu pada masyarakat yang menghargai dan memprioritaskan hasil dan kepuasan langsung daripada tujuan jangka panjang. Budaya tersebut diperkuat melalui medsos, makanan cepat saji, dan belanja daring. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi budaya itu. Pertama, latih perhatian. Mindfulness ialah upaya untuk hadir sepenuhnya dan terhubung dengan momen. Hal itu dapat membantu siswa memperlambat dan mengapresiasi masa kini daripada selalu melamun tentang masa depan. Salah satu cara melatih mindfulness ialah dengan meditasi, pernapasan dalam, atau yoga.
Kedua, tetapkan tujuan yang realistis. Budaya yang serbacepat dapat membuat siswa merasa harus melakukan segala sesuatu dengan cepat dan efisien, tetapi hal itu dapat membuat mereka merasa kewalahan dan lelah. Lebih bijaksana jika siswa dibiasakan untuk dapat menetapkan tujuan realistis yang mampu dicapai dalam jangka waktu yang wajar.
Ketiga, batasi penggunaan medsos. Siswa perlu diajari untuk membatasi penggunaan medsos dan menetapkan aturan main kapan dan di mana penggunaannya. Keempat, berlatih menunda kepuasan. Kepuasan yang tertunda merupakan wahana penting bagi pribadi sukses. Hal itu dapat membantu siswa membangun kesabaran dan ketahanan, yang merupakan kualitas penting agar dapat meraih kesuksesan jangka panjang.
Itu ialah keterampilan untuk bersabar menunggu imbalan/hasil, alih-alih mencari kepuasan sesaat. Keterampilan itu penting untuk mencapai tujuan jangka panjang dan dapat membawa kesuksesan yang lebih besar serta kehidupan yang lebih bahagia.
Menguatkan sosialisasi
Bersosialisasi langsung dengan orang lain ialah cara terbaik untuk mengimbangi gempuran budaya Tiktok. Ketika budaya instan dapat memicu keterasingan sosial, berusaha terlibat dengan orang lain secara bermakna ialah pilihan bijak. Misalnya dengan menjadi sukarelawan, bergabung dengan klub atau organisasi, atau sekadar menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga.
Komunikasi tatap muka dengan orang lain merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Itu membantu kita membangun hubungan yang bermakna, membentuk jaringan sosial, dan meningkatkan rasa memiliki.
Budaya instan merupakan sebuah tren sosial dan menolak sepenuhnya pengaruh budaya tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri. Bermain itu sehat, tetapi terjebak dalam algoritma budaya Tiktok dapat menurunkan produktivitas. Dengan mempraktikkan kewaspadaan, menetapkan tujuan yang realistis, membatasi penggunaan media sosial, mempraktikkan penundaan kepuasan, dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi langsung dengan orang lain, siswa akan mampu mengembangkan ketahanan dan menciptakan kehidupan yang lebih memuaskan. Wallahu a’lam bi al-shawab.