01 October 2023, 10:20 WIB

Pengawasan Partisipatif Masyarakat Cegah Pelanggaran Kampanye Pemilu


Fitriani Djusuf, Anggota Bawaslu Kota Jakarta Barat | Opini

Dok pribadi
 Dok pribadi
Fitriani Djusuf

PENINGKATAN partisipasi masyarakat jadi tantangan tersendiri bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) guna menyukseskan Pemilu 2024. Problematika belum optimalnya peningkatan dan pengembangan pengawasan partisipatif pemilu berbasis kampus, sekolah, pesantren, komunitas penyandang disabilitas, perempuan serta kelompok rentan lainya. 

Kemudian desa antipolitik uang dan forum warga di Pemilu 2019 jadi dasar evaluasi langkah strategis Bawaslu Kota Jakarta Barat lakukan perbaikan ke depan. Masih rendahnya masyarakat yang teredukasi terkait informasi penyelenggaraan pemilu dan partisipasi publik terhadap serapan informasi penyelengaraan pemilu. Belum maksimalnya ruang literasi pojok pengawasan, media sosial/media informasi lainya dalam menjaring partisipasi publik sebagai sarana dialogis digital/langsung.

Identifikasi tersebut didasarkan pada feedback pascabelum dilakukanya sosialisasi partisipatif sebagai inovasi program di 2022-2023 di sekolah, pondok pesantren, kampus dan masyarakat lainya. Pemilih pemula dan masyarakat belum maksimal memahami soal isu kepemiluan, dan perannya dalam pengawasan pemilu sebagai pelapor dan mekanisme pelaporan pelanggaran pemilu sesuai dengan alur mekanisme pelaporan. Maupun soal kesempatan perannya untuk terlibat dalam pemilu, baik sebagai pemilih, pemantau maupun bagian dari penyelenggara pemilu. 

Kuatnya pengawasan partisipatif jadi kekuatan Bawaslu menciptakan supporting system informasi masyarakat terhadap dugaan pelangaran pemilu. Hal tersebut tentu akan lemah jika tanpa arah program pengawasan partisipatif yang mumpuni, terawat, terus menerus, dan berkesinambungan. 

Peningkatan dan pengembangan pengawasan partisipatif masyarakat terhadap pemilu menjadi tugas, kewajiban dan amanah UU terhadap Bawaslu. Hal tersebut dijelaskan dalam Perbawaslu (Peraturan Badan Pengawas Pemilu) tentang Pengawasan Partisipatif (Nomor 2 Tahun 2023), (pasal 102 huruf d) serta pasal (104 huruf f) UU No.7/2017 tentang Pemilu, Bawaslu Kota dalam melakukan pencegahan pelanggaran pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu di wilayahya.
 
Kemudian pendidikan pengawas partisipatif adalah sarana pendidikan yang bertujuan membentuk dan memperkuat pengawasan partisipatif. Wujudnya bisa berupa Pojok Pengawasan, satu ruang fasilitas yang dihadirkan di dalam lembaga sebagai bentuk kegiatan penyediaan sarana informasi dan konsultasi terkait peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. 

Forum Warga menjadi alternatif program pengembangan dan peningkatan keterlibatan masyarakat atau pengawasan partisipatif. Kegiatan yang merupakan forum masyarakat berbasis kelompok pemerhati pengawasan pemilu. Kampung Pengawasan Partisipatif, berupa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang didasarkan suatu kampung atau desa sebagai basis Bawaslu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu. 

Komunitas Digital Pengawasan Partisipatif juga menjadi media saluran forum digital yang dapat optimal melibatkan lintas kelompok masyarakat sehingga mampu membangun proses dialogis. Dengan begitu mampu mewujudkan penyebaran informasi, pertukaran informasi terkait penyelenggaraan pemilu dan membangun komitmen bersama untuk bergerak melakukan pengawasan partisipatif secara mandiri dan konsisten.
 
Pada pasal 2 ayat 1, Bawaslu Kota dan Panwaslu Kecamatan menyelenggarakan pengawasan partisipatif sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan partisipatif diselenggarakan sebagai bentuk pendidikan politik, kepemiluan, dan kelembagaan pengawas pemilu bagi masyarakat dan penciptaan kader dan tokoh penggerak pengawasan pemilu dan model, atau metode pengawasan pemilu yang efektif dan sistematis yang tentu disesuaikan dengan kebutuhan pengawasan penyelenggaraan pemilu. 

Tahapan kampanye

Salah satu tantangan ke depan yakni tahapan kampanye. Tahapan ini punya dampak positif maupun negatif yang mengiringinya. Secara positif kampanye menjadi tahapan terjadinya proses dialogis bagi peningkatan edukasi dan pendidikan politik masyarakat karena memperkuat pemahaman dan pemaknaan terhadap praktik demokrasi implementatif, wujud konkretnya adalah pemilu. 

Aspek lainya membawa imbas negatif dan kerentanan tersendiri dengan potensi maraknya terjadi pelanggaran terkait dengan politik uang, ujaran kebencian, hoaks, dan politisasi SARA. Jika pemilu tiba, tentu yang paling dinantikan dan diingat masyarakat adalah tahapan kampanyenya. 

Kampanye menjadi tahapan yang paling dinantikan oleh masyarakat. Sebab di tahap inilah calon Presiden dan wakilnya, caleg (calon legislatif) dapat menyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta pemilu. Citra diri sendiri adalah setiap alat peraga atau materi lainnya yang mengandung unsur logo dan atau gambar serta nomor urut peserta pemilu. 

Pelaksanaan kampanye dan hal-hal yang dilarang di dalamnya, sesuai dengan amanat pasal 280 UU No.7/2017 yakni; dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD NRI 1945, melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan NKRI, menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu lain, menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. 

Kemudian mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu lain; merusak dan menghilangkan alat peraga kampanye dan tempat pendidikan, membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut lain dari tanda gambar dan atribut peserta pemilu yang bersangkutan dan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. 

Beberapa pihak yang dilarang diikutsertakan dalam kampanye sesuai ketentuan pasal 280 ayat 2 UU No.7/2017 yakni ASN, pegawai negeri pemerintah dengan perjanjian kerja dan pegawai honorer, anggota TNI dan Kepolisian RI, kepala desa/lurah, RT/RW, pejabat negara bukan partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, anggota Badan Permusyawarahan Desa dan WNI yang tidak memiliki hak pilih.  

Metode kampanye antara lain yakni melalui metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, media sosial, iklan media cetak, media elektronik dan media dalam jaringan, rapat umum, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk pemilu presiden dan wakil presiden dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan perundang-undangan. Tahapan ini akan dihadapkan pada munculnya potensi kerawanan tinggi terdapat dimensi kontestasi, sosial politik budaya dan partisipasi yang kuat di dalamnya. 

Pelaksanaan kampanye kerap diiringi dengan indikasi adanya pelanggaran yang meliputi malpraktik atau manipulasi sehingga menimbulkan adanya gangguan terhadap proses kampanye, adanya ketidakprofesional penyelenggara pemilih yang merugikan kampanye calon, adanya pelanggaran pemilu yang menunjukkan sikap keberpihakan dalam tahapan kampanye, adanya pelanggaran pemilu yang menunjukan sikap keberpihakan dalam tahapan kampanye. 

Dalam konteks pemilu dari hal tersebut, tentu upaya menggalakan sosialisasi yang masif menjadi langkah strategis selain masifnya sosialisasi yang dapat dilakukan di tingkat kota, kecamatan, kelurahan hingga RT dan RW. Hal itu tentu jadi semangat pengemban amanah UU terkait dengan tugas dan kewajiban Bawaslu ke depan. 

Tidak hanya mengawasi tapi juga memastikan bahwa strategi pencegahan dapat dilakukan secara efektif untuk meningkatkan partisipasi publik mengawasi tahapan pemilu ke depan. Beberapa langkah strategis lain; pertama, melalui patroli pengawasan data pemilih di tiap-tiap kecamatan menjadi satu langkah strategis pencegahan sejak dini untuk menekan kerawanan dalam dimensi partisipasi yakni hak pemilih untuk memilih. Patroli pengawasan jelang kampanye, masa tenang hingga pungut hitung, sosialisasi masif di tingkat kota, kecamatan hingga kelurahan baik langsung maupun secara online melalui media digital. 

Kedua, memastikan jalinan kerja sama dengan stakeholders, tokoh pemuda, agama, dan elemen masyarakat lainnya. Dengan demikian keterlibatan masyarakat menjadi kuat dalam pengawasan partisipatif aktif terhadap tahapan pemilu dan potensi pelanggaran pemilu yang bisa dilaporkan kepada Bawaslu sesuai dengan mekanisme yang ada. 

BERITA TERKAIT