INISIATIF sabuk dan jalan (belt and road initiative/BRI), sebuah proyek penting yang menandai diplomasi ekonomi Tiongkok, telah memasuki usia satu dekade. Bagi Indonesia, BRI lebih dari sekadar strategi pembangunan lintas benua; BRI memiliki segudang potensi peluang, manfaat, dan risiko yang membutuhkan perenungan mendalam, baik dari sisi ekonomi politik internasional (IPE) maupun geopolitik.
Indonesia merupakan lokasi yang strategis dalam BRI karena sumber daya alamnya yang luas dan posisinya yang strategis di Asia Tenggara. BRI menawarkan peluang untuk mengembangkan infrastruktur penting, seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan i ndustri. Keberhasilan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung dan berbagai proyek yang didukung BRI menggambarkan langkah pengembangan potensial di bawah inisiatif itu.
Interaksi Indonesia dengan BRI sangat penting secara nasional dan regional. Memperkuat konektivitas regional di ASEAN melalui BRI dapat menciptakan blok ekonomi yang kohesif, yang mampu meningkatkan manfaat bersama sambil mengatasi masalah bersama. Konvergensi kepentingan di dalam ASEAN dan pendekatan kolektif terhadap BRI dapat menjadi kekuatan yang tangguh, meningkatkan daya tawar kawasan, dan memastikan bahwa proyek-proyek tersebut selaras dengan kepentingan bersama para anggota ASEAN.
Pada Juni 2023, Lowy Institute dari Australia mengungkapkan Tiongkok telah menjadi investor dan mitra pembangunan terbesar di Asia Tenggara. Indonesia merupakan penerima investasi dan pembiayaan pembangunan utama dari Beijing, menerima sekitar US$15,1 miliar antara 2015 dan 2021.
Menurut peta bantuan Asia Tenggara, kawasan itu menerima sekitar US$28 miliar per tahun dalam bentuk dana pembangunan resmi, dengan US$5,5 miliar per tahun berasal dari Tiongkok. Sekitar 75% dari dana itu dialokasikan untuk proyekproyek infrastruktur, seperti transportasi, energi, komunikasi, serta air dan sanitasi.
Namun, sengketa Laut China Selatan merupakan dimensi fundamental yang terkait dengan keterlibatan Indonesia dalam BRI, yang memiliki bobot geopolitik yang besar. Wilayah itu, yang ditandai dengan kontestasi dan klaim kedaulatan yang tumpang-tindih, menimbulkan tantangan diplomatik yang rumit. Mengarungi perairan yang penuh masalah itu mengharuskan Indonesia untuk menerapkan diplomasi yang terkalibrasi,
memastikan integritas teritorial dan stabilitas regional.
Indonesia harus melakukan tindakan penyeimbang, mengadvokasi resolusi damai dan kepatuhan terhadap hukum internasional. Khususnya, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan kode etik (code of conduct/COC) harus diselesaikan dan diimplementasikan sambil tetap menjalin kerja sama ekonomi dengan Tiongkok melalui BRI. Menjaga stabilitas regional dan mendorong dialog konstruktif dalam kerangka kerja ASEAN sangat penting untuk mengelola dinamika Laut China Selatan yang rumit dan memastikan kolaborasi ekonomi tidak membayangi masalah kedaulatan.
Sementara itu, Laut China Selatan menggarisbawahi pentingnya front ASEAN yang bersatu, yang bertindak sebagai suara bersama dalam masalah keamanan regional. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN mendorong konsensus dan memperkuat komitmen terhadap tatanan berbasis aturan. Kohesi ASEAN yang kuat akan memungkinkan kawasan itu untuk terlibat secara lebih efektif dengan Tiongkok, mengatasi masalah yang terkait dengan Laut China Selatan sambil menjajaki jalur kerja sama dalam kerangka kerja sama BRI.
Jebakan utang
Narasi jebakan utang tetap menjadi wacana penting dalam percakapan seputar BRI, yakni kekhawatiran tentang tingkat utang yang tidak berkelanjutan dan kedaulatan ekonomi membayangi.
Meskipun memanfaatkan prospek ekonomi yang ditawarkan BRI, Indonesia perlu melangkah dengan hati-hati untuk menghindari jebakan dalam kewajiban utang yang tidak berkelanjutan. Indonesia harus menerapkan penilaian keuangan dan uji tuntas yang ketat untuk setiap proyek BRI. Kontrak yang transparan, penilaian risiko, dan manajemen keuangan yang kuat akan sangat penting untuk memastikan keberlanjutan proyek dan menghindari potensi kerentanan keuangan. Mencapai keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan keberlanjutan keuangan sangat penting untuk memperoleh manfaat jangka panjang dari keterlibatan BRI.
Indonesia harus mencermati syarat dan ketentuan yang melekat pada investasi BRI dengan cermat. Memastikan persyaratan yang menguntungkan dan adil sangat penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan menghindari kompromi terhadap kepentingan nasional. Memeriksa perjanjian pinjaman, kondisi investasi, serta mekanisme penyelesaian sengketa akan melindungi kepentingan Indonesia dan memitigasi risiko yang terkait dengan narasi jebakan utang.
Baru-baru ini, pemerintah Indonesia telah merumuskan rencana untuk membangun Kereta Cepat Jakarta-Surabaya dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai jaminan. Usaha itu memerlukan pertimbangan yang cermat, terutama mengingat pengalaman dengan kereta cepat Jakarta-Bandung, yakni penundaan konstruksi telah terjadi dan biaya dilaporkan melampaui proyeksi awal.
Indonesia harus secara aktif mencari sumber pembiayaan yang terdiversifi kasi untuk mengimbangi risiko ketergantungan yang berlebihan pada pembiayaan BRI, menjajaki kerja sama dengan lembaga keuangan internasional, bank pembangunan multilateral, dan negara lain. Diversifikasi akan bertindak sebagai penyangga, memberikan Indonesia berbagai pilihan, dan mengurangi kerentanan yang terkait dengan ketergantungan pada satu sumber.
Indonesia tidak sendirian dalam kekhawatirannya terhadap BRI. Secara internasional, beberapa negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa, telah menyatakan keprihatinannya atas pengaruh teknologi Tiongkok dan potensi ancamannya terhadap keamanan, hak asasi manusia, dan demokrasi Barat. Negara-negara itu telah memperketat penyaringan dan memberlakukan pembatasan terhadap investasi
Tiongkok. Indonesia harus mempertimbangkan sentimen internasional itu dan mengevaluasi implikasi jangka panjang dari memperdalam hubungan dengan Tiongkok di tengah meningkatnya skeptisisme.
Selain itu, keberlanjutan lingkungan dari proyek-proyek BRI sangat penting. Sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati, Indonesia perlu memastikan proyek-proyek tersebut sejalan dengan komitmennya terhadap pelestarian lingkungan. Selain itu, tata kelola, transparansi, dan peraturan lokal harus diperhatikan untuk mencegah konfllk dan korupsi.
Kesediaan Tiongkok untuk menyesuaikan diri dengan peraturan setempat dan menghormati kedaulatan nasional disambut baik. Namun, tetap saja, sangat penting untuk menegakkan standar tata kelola dan transparansi yang tinggi untuk menghindari dampak buruk terhadap masyarakat dan ekosistem lokal.
Harus tetap waspada
Diplomasi ekonomi dinamis yang dilukiskan BRI Tiongkok ialah kaleidoskop prospek untuk Indonesia; tetapi vitalitas kehatihatian dan diversifikasi ekonomi tidak dapat dilebih-lebihkan.
Meskipun dorongan ekonomi yang dibawa BRI tidak dapat dimungkiri, Indonesia harus tetap waspada untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada satu entitas untuk menjaga kedaulatan ekonominya. Secara aktif mencari kemitraan dan investasi yang beragam dari berbagai negara dan organisasi internasional akan membantu melindungi Indonesia dari potensi guncangan geopolitik dan menciptakan ekonomi yang lebih tangguh dan fleksibel.
Komitmen Indonesia terhadap hak asasi manusia dan nilainilai demokrasi harus memanduketerlibatannya dengan BRI. Kritik dan kekhawatiran yang ditujukan kepada sikap Tiongkok terhadap hak asasi manusia dan demokrasi, yang digarisbawahi negara-negara Barat, harus beresonansi dalam tatanan diplomatik Indonesia. Perlu ada sikap yang teguh untuk memastikan keterlibatan tersebut tidak mengorbankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip inti yang menopang negara Indonesia.
Integrasi dalam ranah digital yang ditawarkan BRI disertai dengan kekhawatiran tentang perlindungan dan keamanan data. Kekhawatiran akan teknologi Tiongkok yang berpotensi merusak keamanan mengharuskan adanya tinjauan komprehensif terhadap kemitraan teknologi di bawah BRI. Indonesia harus memprioritaskan pembentukan kerangka kerja keamanan siber yang kuat untuk melindungi data sensitif dan kepentingan
nasional sembari mengambil manfaat dari kemajuan teknologi.
Sementara itu, BRI membawa gelombang pembangunan ekonomi, pertukaran budaya dan sosial yang menyertainya menawarkan
kesempatan untuk saling memahami dan belajar. Hubungan antarmasyarakat antara Indonesia dan Tiongkok dapat bertindak sebagai jembatan, menumbuhkan niat baik dan memperkuat hubungan di tingkat akar rumput. Namun, pertukaran itu harus bersifat dua arah sehingga budaya dan nilai-nilai Indonesia dapat dipahami dan dihormati, serta memastikan interaksi yang harmonis di antara peradaban yang beragam.
Keterlibatan yang komprehensif dengan masyarakat sangat penting untuk menumbuhkan lingkungan yang penuh kepercayaan dan transparansi di sekitar proyek-proyek BRI di Indonesia. Memberikan informasi yang jelas dan akurat, mengatasi kekhawatiran, dan memasukkan masukan dari masyarakat akan membantu memastikan izin sosial dan penerimaan proyekproyek tersebut. Masyarakat sipil, media, dan akademisi harus secara aktif meneliti dan berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan keterlibatan BRI.
Keterlibatan Indonesia dengan Tiongkok melalui BRI harus berorientasi pada penguatan norma-norma internasional dan penegakan prinsip-prinsip tata kelola global. Kolaborasi itu harus mematuhi standar dan praktik yang diterima secara internasional untuk menghindari pelanggaran kedaulatan dan menjaga integritas sistem internasional.
Menuntut pendekatan yang cermat dan seimbang
Seiring dengan berlayarnya layar BRI yang terus menangkap angin prospek ekonomi, navigasi Indonesia melalui perairan yang belum dipetakan dari inisiatif itu penuh dengan banyak refleksi, antisipasi, dan kalibrasi ulang. Kompleksitas geopolitik, lintasan ekonomi, masalah keamanan, pertukaran budaya, dan norma-norma internasional yang saling terkait menuntut pendekatan yang cermat dan seimbang.
Perjalanan Indonesia dengan BRI merupakan simbol dari sikap Indonesia yang lebih luas dalam hubungan internasional, yang ditandai dengan filosofi dasar ‘bebas dan aktif’. Dengan berpegang teguh pada filosofi itu, mempertahankan kebijakan luar negeri yang bernuansa dan beraneka ragam, serta tetap berpegang teguh pada nilainilainya, Indonesia dapat mengubah permadani peluang dan tantangan yang ditawarkan BRI menjadi simfoni yang harmonis untuk kemajuan, perdamaian, dan rasa saling menghormati.
Esensinya terletak pada interaksi yang melampaui interaksi transaksional, dengan mengupayakan kolaborasi transformatif yang selaras dengan aspirasi Indonesia dan kemakmuran bersama di kawasan ini.