25 September 2023, 15:20 WIB

eDNA Mendeteksi Penurunan Biodiversitas Ikan di Ciliwung


Mita Aprilia, alumnus Program Sinergi (Fast Track) Magister Pengelolaan Sumberdaya Perairan (SDP), FPIK, IPB University | Opini

Dok pribadi
 Dok pribadi
Mita Aprilia

SECARA global, biodiversitas ekosistem air tawar mengalami penurunan tajam dibandingkan ekosistem terestrial. Living Planet Index (LPI) melaporkan bahwa biodiversitas menurun dengan rerata 52% dalam 40 tahun terakhir, dengan penurunan tertinggi terjadi pada ekosistem air tawar yang mencapai 76%. 

Biodiversitas ikan di Sungai Ciliwung dari 1910-an menurun sebesar 47,1% pada 1930. Kemudian pada 2010 terjadi penurunan kembali mencapai 92,5%. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mencatat bahwa dari 187 jenis ikan yang ditemukan di Sungai Ciliwung, di 2010 hanya tersisa 20 spesies. Hal tersebut dilaporkan oleh Hadiaty (2011) pada publikasi berjudul Diversitas dan Hilangnya Jenis-Jenis Ikan di Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane.

Penyebab hilangnya biodiversitas

Luas perairan umum daratan di Indonesia secara keseluruhan mencapai 55 juta hektare (ha), dengan rincian luas sungai 11,95 juta ha, danau/waduk 2,1 juta ha, dan rawa 39,4 juta ha. Dengan luasan tersebut, ikan diperkirakan bisa berkembang dengan baik. Namun, terdapat sejumlah ikan endemik dan ikan asli yang populasinya semakin terancam. Ikan jenis tersebut tersebar pada wilayah geografis atau habitat yang terbatas. 

Faktor penyebab penurunan biodiversitas antara lain over-eksploitasi, baik terhadap sumber daya air maupun organisme di dalamnya, pencemaran, serta destruksi dan degradasi habitat (termasuk modifikasi rezim aliran sungai dan invasi spesies asing), yang semuanya terkait dengan aktivitas manusia.

Pemerintah terus aktif untuk menghentikan aktivitas perikanan ilegal karena dinilai merugikan Indonesia dan dapat menurunkan populasi ikan di laut. Namun, pengawasan seperti demikian belum intensif dilakukan untuk ikan di perairan tawar.

Ancaman ikan asing

Kehadiran spesies ikan baru, yang disebut sebagai spesies asing invasif (SAI) mendesak populasi ikan asli atau endemik, melalui kompetisi makanan, pemangsaan, serta keunggulan reproduksinya. Karena dominasi yang sangat kuat, ikan-ikan asli menjadi semakin terancam hidupnya, hingga pada akhirnya tersisihkan.

Komposisi ikan yang dilaporkan pada publikasi berjudul Aquatic eDNA for Monitoring Fish Biodiversity in Ciliwung River (2022) terdiri atas 13 spesies. Sebanyak 8 spesies ikan yang teridentifikasi merupakan ikan air tawar dan 5 spesies lainnya merupakan ikan laut. 

Hal tersebut mengindikasikan bahwa fragmen DNA ikan laut yang terdeteksi kemungkinan besar berasal dari aktivitas di daratan. Environmental DNA (eDNA) bersumber dari materi genetik yang berasal dari rambut, kulit, urin, feses, gamet, dan bagian tubuh lainnya, hingga bangkai organisme dalam bentuk yang sudah terdegradasi, dalam hal ini pada sampel air dari Sungai Ciliwung.

Hasil penelitian eDNA (Effendi et al. 2022) tersebut memperbarui penelitian konvensional (Hadiaty 2011) di Sungai Ciliwung (hulu, tengah, dan hilir) yang menemukan 20 spesies ikan. Ikan nila lokal (O. niloticus), ikan guppy (P. reticulata), dan ikan sapu-sapu (P. pardalis) ditemukan pada kedua penelitian, yaitu dengan aplikasi eDNA dan dengan metode konvensional. 

Pada penelitian Hadiaty (2011), ikan asli Sungai Ciliwung yaitu ikan kekel (Glyptothorax platypogon) dan ikan beunteur (Barbodes binotatus) merupakan jenis yang paling banyak ditemukan. Namun demikian, pada penelitian eDNA tidak ditemukan adanya ikan asli tersebut dan telah terjadi perubahan ikan yang mendominasi Sungai Ciliwung segmen DKI Jakarta.

Ikan nila adalah tilapia asli Sungai Nil Afrika yang diintroduksi ke banyak negara untuk akuakultur komersial. Oreochromis menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan toleransi tinggi terhadap habitat baru. Ikan guppy adalah spesies invasif yang berasal dari Trinidad, Guyana, Venezuela, dan Suriname. Ikan guppy telah diintroduksi ke banyak negara. 

Guppy merupakan ikan yang perkembangbiakannya cepat sehingga dapat membentuk populasi di lingkungan baru, yang berkontribusi menyebabkannya menjadi invasif. Ikan sapu-sapu merupakan spesies invasif yang berasal dari Amerika Selatan, tepatnya Argentina Utara. Ikan sapu-sapu juga telah diintroduksi ke banyak negara. Ikan sapu-sapu merupakan ikan predator yang memakan ikan lain, termasuk spesies asli, yang dapat berdampak negatif terhadap populasi dan ekosistem ikan asli. 

Upaya konservasi

Berdasarkan status konservasi dari International Union Conservation of Nature (IUCN), ikan nila lokal, nila wami (O. urolepis), mas hias (C. auratus), dan guppy berada pada kategori least concern (LC), sedangkan ikan pacu perut merah (P. brachypomus), pacu kecil (P. mesopotamicus), nila biru (O. aureus), dan sapu-sapu (P. pardalis) yang ditemukan pada Sungai Ciliwung tergolong not evaluated (NE). 

LC menggambarkan bahwa status konservasi suatu spesies dianggap tidak terancam kepunahan karena populasinya masih banyak dan stabil di alam liar. Spesies yang diberi status ini biasanya tidak memerlukan tindakan konservasi yang signifikan. 

Namun demikian, status konservasi suatu spesies dapat berubah seiring waktu dan perubahan kondisi lingkungan. NE menggambarkan status konservasi suatu spesies yang belum dievaluasi atau belum memiliki cukup data untuk menentukan status konservasinya. Status NE biasanya diberikan pada spesies yang belum banyak diteliti serta belum banyak diketahui tentang populasi dan habitatnya. 

Secara umum, agar ikan asli bisa terus bertahan dan populasinya meningkat lagi, perlu dilaksanakan konservasi sumber daya ikan. Prinsip konservasi sudah dijelaskan dalam UU 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam UU tersebut diatur tentang konservasi sumber daya ikan melalui konservasi genetik, konservasi jenis, dan konservasi ekosistem. Beberapa jenis ikan perlu tindakan konservasi, karena memiliki nilai ekonomi, sosial, ekologi, budaya, religi, estetika, dan adanya ancaman kepunahan.

Dalam melaksanakan konservasi sumber daya ikan, prosesnya tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara keseluruhan. Dengan adanya konservasi, upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan bisa menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan, dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan. 

BERITA TERKAIT