PADA 31 Mei lalu, dunia memperingati World No Tobacco Day – WNTD, Hari tanpa Tembakau Sedunia – HTTS. Ini ialah kegiatan tahunan untuk terus mengingatkan kita semua tentang bahaya kesehatan dari kebiasaan merokok.
Data WHO menyebut bahwa rokok membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun. Sebanyak 7 juta orang meninggal merupakan perokok aktif, sedangkan 1,2 juta sisanya ialah perokok pasif. Ini tentunya tak mengherankan, mengingat sebatang rokok memiliki lebih dari 7.000 bahan kimia dan setidaknya sekitar 250 di antaranya membahayakan kesehatan.
Beberapa senyawa merusak yang ada dalam rokok di antaranya karbonmonoksida, nikotin, tar, hidrogen sianida, benzena, formaldehida, arsenik, kadmium, dan amonia. Data lain menyebutkan bahwa dari 250 zat berbahaya tersebut. Sekitar 70 di antaranya berhubungan dengan terjadinya kanker atau disebut karsinogenik.
Pada umumnya warga dunia sudah amat paham bahaya kesehatan kebiasaan merokok ini. Pemahaman ini membuat terjadinya kecenderungan penurunan jumlah perokok di dunia.
Antara tahun 2007 sampai 2019, jumlah perokok pria di dunia turun dari 37,5% menjadi 29,6%, atau dari 893 juta pria perokok pria di tahun 2007 turun menjadi 847 juta di tahun 2019. Perokok perempuan dunia pun turun dari 8,0% menjadi 5,3%, angka mutlaknya turun dari 189 juta perempuan merokok di tahun 2007 menjadi 153 juta di tahun 2019. Kalau digabung laki dan perempuan, di dunia terjadi penurunan perokok dunia dari 22,7% menjadi 17,5%. Ini jelas suatu kecenderungan yang baik, yakni dunia memberi perhatian pada kesehatan warganya.
Sayang sekali, keadaan di negara kita tidaklah terlalu menggembirakan walaupun semua sudah tahu bahaya merokok bagi kesehatan kita dan keluarga di Tanah Air tercinta ini. Ternyata merokok bukan menurun seperti tren dunia, tetapi bahkan meningkat.
Perbandingan data kita, hasil Global Adult Tobacco Survey Indonesia tahun 2011 dan 2021 menunjukkan peningkatan jumlah perokok dari 61,4 juta di tahun 2011 menjadi 70,2 juta di tahun 2021. Artinya, kita menambah sekitar satu juta perokok setiap tahunnya.
Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia tahun 2021 juga menunjukkan bahwa 70,2 juta orang dewasa kita (34,5%) adalah perokok. Bahkan beberapa hari yang lalu, pada 20 Mei 2023 ada data teranyar yang dipublikasikan melalui Twitter World of Statistics yang menyebut bahwa sebanyak 70,5% pria Indonesia ialah perokok.
Data ini menyajikan 10 negara yang proporsi perokok prianya paling tinggi, yaitu berturut-turut Indonesia 70,5%, Myanmar 70,2%, Bangladesh 60,6%, Cile 49,2%, China 47,7%, Afrika Selatan 46,8%, Yunani 45,3%, Sri Lanka 43,2%, Malaysia 42,7%, dan Thailand 42,5%.
Tanamlah bahan pangan
Tema Hari tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2023 ini adalah We need food, not tobacco, kami butuh makanan, bukan tembakau. Juga ada tema senada yang berbunyi Grow food, not tobacco, tanamlah bahan pangan, jangan tembakau. Tujuannya ialah meningkatkan pemahaman dunia tentang berbagai tanaman alternatif selain tembakau, yang punya nilai jual tinggi bagi para petani. Juga, tema ini akan menegaskan bahwa penanaman bahan pangan akan berperan penting untuk menangani krisis pangan yang ada di beberapa belahan dunia.
WHO menyebutkan bahwa di dunia setiap tahunnya ada sekitar 3.5 juta hektare lahan dikonversi untuk penanaman tembakau. Ternyata juga penanaman tembakau ini menyumbang pada 200.000 hektare deforestrasi setiap tahunnya di dunia. WHO juga mengutip data dari FAOSTAT (2021), yang menyampaikan daftar negara dengan luas lahan tembakau terbanyak di dunia, mulai dari China dengan 1.014.533 hektare, lalu India dengan 431.146 hektare, disusul dengan Brasil yang punya 357.230 hektare dan Indonesia di urutan keempat dengan 220.257 hektare, serta di urutan kelima ialah Zimbabwe yang memiliki 112.770 hektare.
Dari sudut pandang lain, tema Hari tanpa Tembakau Sedunia 2023 ini juga sangat relevan dengan situasi negara kita. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2021 yang dipresentasi Kementerian Kesehatan, secara umum pengeluaran keluarga Indonesia untuk konsumsi rokok ialah tiga kali lipat lebih tinggi daripada pengeluaran untuk sumber protein tertentu.
Data lengkapnya menunjukkan bahwa persentase pengeluaran per kapita masyarakat di perkotaan untuk rokok ialah 11,3% dan untuk sumber protein telur ayam ialah 4,3%. Angkanya untuk masyarakat di perdesaan ialah 10,78% untuk rokok, dan untuk sumber protein telur ayam ialah 3,69%. Kenyataan ini tentu menyedihkan, yakni proporsi belanja untuk rokok ternyata cukup tinggi, artinya merugikan dari aspek kesehatan juga juga secara ekonomi pula.
Aturan dan RUU
Data Global Adult Tobacco Survey 2021 juga menunjukkan bahwa 71,3% perokok remaja kita membeli rokok secara batangan atau eceran. Dalam hal ini, kita amat menyambut baik informasi dari Laman Presiden RI yang dipublikasikan tanggal 27 Desember 2022, yang menyebutkan bahwa pemerintah berencana melarang penjualan rokok secara batangan mulai tahun 2023. Rencana tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023, yang telah ditandatangani oleh Presiden pada 23 Desember 2022.
Dalam keppres ini, disebutkan bahwa pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, soal Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Dalam penjelasannya, peraturan baru itu nantinya akan mengatur tujuh poin, salah satunya soal pelarangan penjualan rokok batangan.
Masih tentang anak dan remaja, yang juga menyedihkan ialah data bahwa ternyata di negara kita banyak yang mulai merokok sejak usia muda, 3 dari 4 perokok sudah memulai kebiasaan ini sejak umur di bawah 20 tahun.
Data lain menunjukkan tren perokok anak terus meningkat, dari 7,2% di tahun 2013 naik menjadi 10,7% di 2019, dan bahkan jika tidak dikendalikan dengan baik maka proporsi perokok anak kita dapat naik menjadi 16% di tahun 2030 kelak, akan tragis sekali jadinya.
Kita semua juga sudah tahu bahwa asap rokok mengandung nikotin, bahan yang membuat seseorang menjadi ketagihan, atau adiksi. Karena itu, tentu sudah tepat kalau di RUU Kesehatan Omnibus Law yang sekarang sedang dibahas maka di Pasal 154 ayat 3-nya disebutkan bahwa hasil termbakau atau produk tembakau dimasukkan sebagai zat adiktif.
Juga kita semua tahu merokok merugikan kesehatan, dan ini sejalan dengan pasal 154 ayat 2 yang menyebutkan bahwa zat adiktif meliputi semua bahan atau produk yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat.
Kita tentu berharap agar pada waktunya nanti maka isi Pasal 154 di RUU Kesehatan ini akan dapat disahkan sehingga warga bangsa akan makin terlindung dari dampak buruk kesehatan akibat asap rokok.
Sebagai penutup, demi kesehatan kita bersama, maka untuk mereka yang belum mulai merokok, janganlah mulai merokok. Sementara, bagi perokok segeralah berupaya untuk berhenti. Peringatan Hari tanpa Tembakau Sedunia 2023 kali ini dapat kita jadikan momentum untuk menjalankan hidup sehat tanpa asap rokok.