22 December 2021, 20:30 WIB

Gelora Bela Negara Dari Rumpin


Andi Muh Darlis, Widyaiswara Pusdiklat Bela Negara Kemhan RI | Opini

Dok pribadi
 Dok pribadi
Andi Muh Darlis

MINGGU (19 Desember 1948) dinihari pukul 02.00, Jenderal Simon Hendrick Spoor melakukan pengecekan terakhir di Marshaling Area Pangkalan Udara Andir (sekarang Husein Sastranegara) Bandung, Jawa Barat untuk melakukan operasi lintas udara. Sebuah operasi militer yang dirancang Belanda untuk menekuk republik muda, Republik Indonesia yang baru merdeka.  

Militer Belanda di bawah komando Spoor sedang melakukan persiapan serangan militer bersandi Operasi Kraai (Operasi Gagak), sebuah operasi air borne yang menargetkan pangkalan udara Maguwo (sekarang Adisucipto) di Jogjakarta. Operasi tersebut melibatkan 15 pesawat Dakota yang membawa pasukan KST (Korps Speciale Troopen) pasukan khusus Belanda, yang akan menggempur ibu kota Republik Indonesia. 

Pukul 04.30 pesawat pertama tinggal landas disusul pesawat lainnya terbang beriringan menembus kabut pagi menuju langit Jogjakarta. Pukul 05.15, ketika penduduk masih terlelap, gemuruh 5 pesawat Mustang dan 9 Kitty Hawk dengan senjata mitraliur melakukan strafing membabat rumah-rumah penduduk yang berada di sekitar Maguwo membuat suasana Jogjakarta mencekam. 

Serangan udara langsung tersebut dilakukan sebagai aksi pendahuluan sebelum pasukan KST diterjunkan. Pukul 06.45 pasukan KST Belanda yang berjumlah 432 orang terjun dari pesawat Dakota. Selain Pasukan KST yang menyerbu dari udara, pasukan darat Belanda juga menyerbu dari arah Semarang di bawah pimpinan Kolonel Van Langen. 

Serangan di pagi hari itu tidak mendapatkan perlawanan berarti dari TNI, mengingat kekuatan saat itu sedang berada di luar Jogjakarta dalam rangka persiapan latihan perang TNI. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung selama 25 menit. Pukul 07.10 Maguwo jatuh ke tangan pasukan Belanda. Tercatat 128 anggota TNI tewas akibat serangan itu sementara dari pihak Belanda tak satu pun yang menjadi korban. 

Serangan ini dikenal sebagai agresi Militer Belanda II (oleh Belanda disebat sebagai Aksi Polisionil) dan merupakan pelanggaran atas perjanjian Renville yang telah disepakati bersama. Aksi militer ini dimaksudkan untuk melumpuhkan pemerintah RI yang baru merdeka dan menghancurkan kekuatan TNI. 

Setelah melancarkan serangan militer pasukan Belanda kemudian mencari dan menawan para pemimpin RI seperti Soekarno, Hatta, Syahrir, Agus Salim, Soeryadarma serta Assat dan Pringgodigdo. Sebelum tertangkap Soekarno telah memberikan perintah kepada Syafruddin Prawiranegara di Bukittinggi, Sumatera Barat untuk membentuk kabinet dan mengambil alih pemerintah pusat. 

Pemerintahan ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Selain itu, Soekarno juga menyiapkan alternatif lain apabila PDRI tidak berhasil, yaitu menyiapkan Duta Besar RI untuk India, Sudarsono serta staf Kedutaan RI LN Palar dan AA Maramis untuk membentuk pemerintahan sementara di India.

Pembentukan PDRI disertai dengan mandat tersebut bertepatan dengan agresi militer Belanda II 19 Desember 1948, merupakan peristiwa yang sangat historikal bagi eksistensi bangsa dan negara RI. Kelangsungan RI dapat diselamatkan dengan adanya PDRI yang dijalankan dan dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara beserta staf kabinetnya. 

PDRI adalah pertaruhan dan menjadi nafas terakhir perjuangan politik kenegaraan kita ketika  sejumlah pemimpin penting bangsa berhasil ditahan Belanda ketika itu. Setelah berjalan selama 7 bulan, 13 Juli 1949 Syafruddin mengembalikan mandat kepada Soekarno.  Beberapa bulan berselang Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara penuh. 

Walaupun PDRI hanya berjalan selama 207 hari, namun berhasil menyelamatkan eksistensi bangsa dari kehancuran dan sekaligus menjadi kemenangan politis dan diplomasi bagi Indonesia. Atas peristiwa heroik tersebut oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono saat itu mengeluarkan Keppres Nomor 28 Tahun 2006 yang menetapkan 19 Desember sebagai penanda terbentuknya PDRI yaitu pada 19 Desember 1948 menjadi Hari Bela Negara.

Hakikat bela negara

Bela negara adalah aktivitas patriotisme yang didasari oleh keinsafan warga negara untuk mencintai negaranya. Perjuangan panjang merebut dan mempertahankan negara RI adalah buah patriotisme yang berwujud pengorbanan tanpa pamrih untuk kemerdekaan. Paradigma tersebut tersebut melahirkan konsep pemikiran yang dituangkan dalam kebijakan berupa undang-undang yang berisi tentang semangat patriotisme dan juga nasionalisme warga negara dalam rangka mempertahankan eksistensi negara RI. 

Jenderal legendaris Amerika Serikat, Douglas MacArthur mengatakan bahwa "Kewajiban, kehormatan dan negara adalah tiga kata kunci mendiktekan warga negara untuk seharusnya menjadi apa." Ini membuktikan bahwa patriotisme adalah kompas etik warga negara dalam membela negaranya. Para pendiri bangsa telah mencontohkan bagaimana pengorbanan didedikasikan kepada negara. 

Pengorbanan para pendahulu merebut dan mempertahankan kemerdekaan adalah wujud nyata bela negara. Para pendahulu telah meletakkan fondasi bagi kelangsungan bernegara sehingga setiap warga negara memiliki kewajiban dan hak yang sama dalam bela negara. Bela negara adalah hal yang niscaya sebagai wujud kecintaan warga negara pada tanah airnya. Bagi bangsa Indonesia tanah air adalah tanah tumpah darah yang telah diperjuangkan dengan nyawa. 

Keniscayaan bela negara karena kita lahir, bertumbuh hingga dewasa, mencari penghidupan di atas negeri yang kaya ini. Tidak ada satu bangsa pun boleh mengganggu kedaulatan negara karena akan berhadapan dengan seluruh rakyat Indonesia. Bela negara selain sebagai kompas etik juga sebagai kompas peradaban. Tujuannya agar nilai-nilai kebangsaan kita yang sarat perjuangan itu dapat kembali diinternalisasikan ke dalam kehidupan kebangsaan di era kontemporer. Bela negara akan selalu aktual dan seiring dengan perubahan zaman. 

Dalam konteks bela negara, bagi warga negara dapat dilakukan secara fisik dan non fisik. Secara fisik warga negara Indonesia wajib mengangkat senjata menghadapi penyerang yang mengancam kedaulatan bangsa. Sementara non fisik dimaknai tanpa perlawanan secara langsung dengan senjata, tetapi dilakukan melalui penghayatan nilai-nilai berupa peningkatan semangat patriotisme dan nasionalisme, menumbuhkan rasa cinta pada tanah air dan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk mewujudkan daya tahan bangsa dan negara. 

Bela Negara juga mengandung makna spiritulialitas, merasuk ke jiwa sanubari warga negara yang dapat menjadi pemantik motivasi untuk menggiring semangat kebangsaan menuju cita-cita nasional. Konsep bela negara juga familiar di banyak negara, kendati berbeda dari kebijakan, prosedur dan mekanismenya.
  
Bagi bangsa Indonesia, bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Spektrum bela negara itu sangat luas, mulai yang lunak hingga yang paling keras. 

Rumpin, kawah candradimuka 

Dalam upaya menanamkam dan mengimplementasikan nilai-nilai bela negara bagi warga negara, pemerintah melalui Kementerian Pertahanan membangun sarana dan prasarana serta fasilitas pendidikan dan latihan bela negara. Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Bela Negara Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI dibangun untuk dijadikan arena penggodokan warga negara menjadi pribadi-pribadi tangguh. 

Pusdiklat ini berdiri di Rumpin, Kabupaten Bogor di atas lahan 23,7 hektare dan 200 meter di atas permukaan laut. Landasan hukum pendidikan bela negara yaitu UUD 1945, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2015 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2015-2019, Permenhan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara tahun 2015–2019, Permenhan 32/2016 tentang Pedoman Pendidikan Kesadaran Bela Negara (PKBN), Inpres Nomor 17 tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018 – 2019. Aturan formal tersebut menjadi referensi pelaksanaan bela negara di Pusdiklat Bela Negara. 

Pusdiklat Bela Negara dipimpin Brigadir Jenderal TNI Ade Kurnianto yang bertugas melaksanakan diklat secara terpusat dan tersebar serta melaksanakan evaluasi di bidang diklat kader muda bela negara, kader bela negara, pembina bela negara, dan pelatih inti bela negara. Ada lima nilai dasar yang menjadi pokok pembelajaran; cinta Tanah Air, kesadaran berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta kemampuan awal bela negara. Terhitung dari 2017-2021 sudah lahir 15.768 alumni Pusdiklat Bela Negara. Mereka diharapkan dapat menjadi agent of change dalam pembangunan dan peradaban bangsa menuju Indonesia maju. 

BERITA TERKAIT