19 May 2022, 20:36 WIB

Formula E, Ajang Kampanye Kendaraan Ramah Lingkungan


Atalya Puspa | Olahraga

MI/RAMDANI
 MI/RAMDANI
 Proyek pembangunan Jakarta International E-Prix Circuit di kawasan Ancol, Jakarta Utara.

EVENT Formula E yang akan digelar di Jakarta pada 4 Juli 2022 mendatang merupakan greensportaiment pertama di Indonesia. Konsep zero emission yang diusung dalam ajang tersebut terwujud dari penggunaan kendaraan ramah lingkungan, peniadaan plastik sekali pakai dan pembangunan sirkuit yang mengedepankan aspek lingkungan.

Ketua Pelaksana Formula E Ahmad Sahroni mengungkapkan bahwa tiket ajang balap mobil listrik itu sudah mulai dijual pada 1 Mei hingga 30 Mei 2022 melalui website https://jakartaeprix.goersapp.com/#tickets. Adapun, ajang tersebut akan menampung sebanyak 60 ribu orang.

Bukan sekadar ajang balap, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan, Formula-E yang mengusung konsep sustainable merupakan salah satu kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya beralih ke kendaraan ramah lingkungan.

"Ajang ini sangat baik untuk membuktikan bahwa kendaraan listrik ramah lingkungan bisa digunakan di arena balap dan juga membuktikan bahwa energi listrik yang digunakan di kendaraan bermotor juga aman," kata Fahmy.

Ia merinci, transportasi menyumbangkan sebesar 24,64% emisi dari sektor energi. Angka tersebut merupakan terbesar kedua setelah industri produsen energi sebesar 43,83%. Disusul manufaktur dan konstruksi sebesar 21,64% dan sektor lainnya sebesar 4,13%.

Dengan demikian, kata dia, masyarakat memang sudah seharusnya untuk ramai-ramai bermigrasi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.

Ia menilai, saat ini pemerintah Indonesia sangat serius dalam membangun industri mobil listrik di Indonesia. Hal itu terlihat dari ketegasan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor nikel, membangun pabrik baterai di Indonesia, hingga melakukan perbincangan serius dengan Elon Musk yang sudah berpengalaman dalam industri mobil listrik.

Baca juga: Jakpro Pastikan Ancol Ikut Untung dari Perhelatan Formula E

"Itu upaya yang sangat serius untuk mengundang investor yang sudah berpengalaman. Meskipun Indonesia sudah memiliki pabrik baterai, tapi kita butuh teknologi, dan kita harus belajar dari negara-negara yang telah berpengalaman seperti Amerika, Korea, Jepang," ungkap dia.

Fahmy mengakui, peralihan ke kendaraan listrik memang tidak dapat dilakukan secara serta-merta. Butuh proses yang panjang mulai dari persiapan industri, sosialisasi ke masyarakat hingga pemberian insentif.

Terpisah, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengungkapkan bahwa emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor di Indonesia pada 2019 sudah mencapai 255 juta ton CO2. Angka itu akan sangat berkontribusi pada kenaikan emisi karbon yang diprediksi akan mencapai 470 juta ton CO2 pada 2030.

"Namun demikian, penggunaan kendaraan listrik akan berpotensi menurunkan emisi pencemaran udara kota dan gas rumah kaca hingga 100% pada 2030 mendatang," ungkap dia.

Selain keuntungan di sektor energi, penggunaan kendaraan bermotor yang konsisten juga mampu memberikan keuntungan secara ekonomi hingga Rp9.603 triliun pada 2030. Angka tersebut didapatkan dari penghematan energi fosil dan bahan bakar minyak yang biasa digunakan untuk kendaraan bermotor.

Terpisah, Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengungkapkan, berdasarkan kegiatan inventarisasi emisi yang dilakukan KLHK di 28 kab/kota oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) maupun pemerintah daerah selama 2012 sampai 2021, menunjukkan 70% emisi di wilayah perkotaan dikontribusikan oleh kendaraan bermotor.

"Peningkatan jumlah populasi kendaraan bermotor, dapat mengakibatkan pencemaran udara yang semakin buruk di wilayah perkotaan," kata dia.

Berdasarkan dokumen Nationaly Determined Contribution, Indonesia menetapkan penurunan emisi GRK sebesar 29% dengan kekuatan sendiri dan menjadi 41% dengan kerjasama internasional pada tahun 2030. Sektor energi dengan target sebesar 11% merupakan sektor utama kedua setelah sektor kehutanan, yaitu sebesar 17%.

"Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya inovatif penurunan konsumsi bahan bakar minyak sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) yang merupakan kontributor perubahan iklim dari sektor transportasi, salah satunya dari kendaraan listrik," pungkas dia. (OL-4)

BERITA TERKAIT